Thursday, 31 January 2019

Kiat Survive Di Negeri Orang

Mungkin sebagian besar dari kita, khususnya pustakawan, pernah merasakan hidup di perantauan. Kita rela meninggalkan zona nyaman demi mengejar impian. Entah impian meraih gelar kesarjanaan, mengembangkan karir maupun berpuluh alasan lainnya. Nah, hidup diperantauan butuh pula perjuangan. Salah satunya adalah berjuang mencari rejeki. Apalagi hidup di negara  asing, si perantau kudu jeli menangkap peluang agar asap dapurnya tetap ngebul. Ketika si perantau berada di masa-masa sulit, justru  kondisi kritis tersebut mendorong si perantau untuk melejitkan potensi diri yang terpendam. Yup, psikolog menyebutnya  'Adversity Quontien atawa kecerdasan dalam merubah kesulitan menjadi keberkahan. Sedangkan seorang motivator  mengistilahkannya sebagai 'the power of kepepet'. Di dalam tulisan ini, Ray Han, seorang perantau pustakawan yang pada saat itu (2015-2016) sedang belajar manajemen informasi di Adelaide, akan berbagi cerita 'kepepetnya' dan cara mengatasinya. Simak ya, siapa tahu kisahnya bermanfaat buat para netizen kelak.

SALVOS: Tampil Gaya Tanpa Biaya Ekstra

Sandang merupakan komponen primer bagi manusia. Pakaian berfungsi melindungi tubuh dari teriknya panas dan dingin. Selain fungsi tersebut, pakaian pun mampu menaikkan status sosial seseorang. Siapa sih yang tak mau tampil 'dandy' berpakaian bermerk layaknya pesohor? Namun apa daya jatah uang bulanan kita seringkali tak bersisa. Jangan putus asa ! Senantiasa ada seribu jalan menunju Roma.

Salvos menjadi toko pakaian terfavouritku berbelanja busana. Gerai tersebut relatif lengkap  karena menyediakan berbagai macam jenis pakaian dan sepatu untuk segala usia dan menjual beragam perlengkapan rumah tangga, macam: sendok, garpu, benda-benda koleksi, buku bahkan spring bed. Jangan pandang sebelah mata kualitas barangnya. Walaupun harganya relatif terjangkau bagi kalangan menengah jelata, namun kualitasnya terjaga. Bagi pembeli yang jeli dan beruntung, dia akan memperoleh barang bermerk berharga kaki lima.

Netizen pasti bertanya-tanya. Si Salvos ini niat dagang ga sih? Untungnya dari mana? Lanjut netizen yang senewen. Tenang ...tenang...begini penjelasannya. Sebenarnya, Salvos merupakan unit usaha dari Lembaga nirlaba Salvatore Army yang bermisi kemanusiaan. Lembaga ini punya cara-cara kreatif menghimpun donasi. Kalau di Indonesia, donasi atawa sumbangan melulu kudu berupa uang tunai. Namun di OZ, donasi bisa berupa barang atau benda berharga lainnya yang masih bagus kondisinya namun tidak terlalu diperlukan keberadaannya. Salah satu contohnya adalah pakaian. Tentunya, seseorang memiliki lebih dari satu pasang pakaian. Seiring perjalanan waktu, mungkin model pakaiannya sudah ketinggalan zaman atau lingkar perutnya bertambah. Pakaian-pakaian tersebut tidak diperlukan lagi kan? Daripada disimpan memenuhi lemari pakaian dan dibuang sembarangan mengotori lingkungan. Akhirnya pakaian-pakaian layak pakai tersebut disumbangkanlah ke lembaga macam Salvos. Selanjutnya, Salvos menyortir sesuai SOP mereka dan hasil akhir sortiran yang terpajang di gerai Salvos adalah barang-barang 'used' berkualitas medium. Sampai sini, ternyata Salvos mengadopsi konsep ramah lingkungan, yakni: 'Re-use'.

Lalu bagaimana Salvos memcari keuntungannya? Coba bayangkan, jika netizen dikasih barang 'gratis' alias 'free', lalu barang tersebut laku dijual. Tentu, netizen menangguk untung bukan? Nah, analogi tersebut sama seperti yang dilakukan Salvos. Hasil penjualan barang di gerai-gerai Salvos akan digunakan membiayai program-program kemanusiaan, seperti: memberi makan tuna wisma dan semacamnya.

Nah kembali lagi ke tips irit. Pada setiap barang yang dijual di Salvos memiliki label harga yang berbeda-beda, mulai biru muda, kuning, hijau dan orange. Usut-punya usut, pemberian warna tersebut memiliki makna rahasia lho. Hah rahasia apaan? Pengin tahu? Sabaar...simak penjelasannya. Salvos memiliki strategi penjualan berupa pemberian diskon guna memaksimalkan laju perputaran barang. Semakin cepat perputaran barang maka semakin besar pula omset dan keuntungannya. Diskonnya pun relatif gede, mulai 30% sampai 70%. Coba bayangkan, harga sebuah sepatu gunung merk 'Kathmandu' pada labelnya tertera AUD $ 20. Lalu barang tersebut didiskon 30 %. Berarti pembeli bisa berhemat sebesar Aud $6 dari harga normal (Sebuah nominal yang lumayan bagi pustakawan perantau macam saya). Lanjut, nah program diskon tersebut berdasarkan warna label, semisal: pada minggu pertama bulan januari, diskon berlaku pada label harga berwarna biru muda, pada minggu berikutnya diskon berlaku pada warna kuning dan begitu seterusnya. Alhasil koleksi pakaianku pada saat itu terbilang lengkap untuk segala kondisi, baik musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi.  Walau begitu, biaya untuk membeli pakaian pakaian tersebut terbilang murah jika membeli pakaian baru di Rundle Mall. Simpulan, 'Siapa bilang tampil Gaya butuh Biaya Ekstra?'. Salvos telah berjasa me-'make over' tampilan pustakawan perantau ini agar tidak mati gaya.

Berburu Diskon Makanan di Akhir Pekan.


Tak kalah pentingnya adalah Pangan. Tanpa asupan makanan sehat dan bergizi,  seorang mahasiswa cerdas pun akan kuliahnya akan kandas tanpa asupan gizi yang berkesinambungan. Berpikir pun ditunjang kondisi perut yang kenyang. Nah, mencari makanan yang ramah lidah dan dompet pun bukan perkara mudah. Citarasa makanan pun sudah tentu berbeda dengan rasa makanan dari Indonesia. Selain itu, seringkali membeli makanan siap saji akan cepat menguras kantong. Solusinya adalah memasak.

Namun permasalahan lain pun muncul. Dimanakah membeli bahan makanan dan bumbu masaknya? Pertama kali, hal tersebut cukup menyita pikiran sampai akhirnya salah satu room mate menyarankan berbelanja di Asian Groceries. Rata-rata pemilik toko Asian groceries merupakan 'mantan' manusia perahu dari Vietnam. Terusir dari negaranya sebagai pengungsi, membuat mental para mantan manusia perahu ini teruji. Berbekal status 'Permanen Resident (PR), mereka bekerja siang malam mengembangkan jaringan toko kelontong yang mengkhususkan menjual bumbu dan bahan makanan ASIA. Pembelinya pun cukup sehingga usahanya berkembang pesat. Nah tip irit di Asian Groceries, toko tersebut menjual bumbu tertentu dengan harga miring. Tapi, jangan lupa mengecek tanggal kadaluarsa produk tersebut agar tidak kecewa.

Masih seputaran makananan, akhir pekan adalah waktu yang paling ku tunggu. Kenapa? Sabtu siang adalah waktu 'sakral' menjemput rejeki di Adelaide Central Market. Pasar tradisional tersebut (walo tradisional tapi bersih banget) menjual beragam sayur dan buah-buahan segar baik impor maupun produk lokal petani OZ SA. Pasar tersebut beroperasi dari hari senin sampai sabtu. Nah di sabtu siang menjelang sore, pasar tersebut menjadi tempat belanja favourite para mahasiswa asing. Kenapa? Para penjual sayuran dan buah berlomba menjual barang dagangannya dengan harga 'radikal'. Semisal: harga 1 kilo pisang merk banana pride di hari normal berkisar AUD$5-$10. Namun di akhir pekan, harganya mulai menurun ke titik terendah bisa $1/perkilo...kalau pedagangnya sudah bilang...cheap banana...cheap banana...only one dalla...one dalla...teriakan tersebut 'waktu sakral' diskon besar-besaran t'lah tiba. Hukum rimba pun berlaku saat itu 'siapa cepat maka dia dapat'. Lumayan kan,   Uang sebesar AUD $1 bisa digunakan membeli pisang 1 kilogram. Setidaknya stok bahan makanan sehat untuk 3 hari kedepan aman. Usut punya usut, para penjual di Adelaide Central Market berani 'beradu diskon' di sabtu sore bukan tanpa alasan. Pasar akan tutup hari minggu dan jika sayuran/buahan tersebut tidak laku dan membusuk maka mereka kudu merogoh kocek cukup besar untuk mbayar petugas kebersihan. Nah harga one dalla setidaknya cukup untuk harga balik modal.

Masih diakhir pekan, ku selalu menjadwalkan agenda belanja mingguan ke supermaket 'Coles' atau 'Wollies' setiap akhir pekan. Mengapa? Kedua supermaket yang popular di Adelaide tersebut menjual roti-roti gandum bergizi tinggi dengan embel-embel half-price diakhir pekan. Bukankah hal tersebut merupakan peluang emas yang sayang untuk dilewatkan? Selain itu, aku lebih memilih produk-produk dengan label home made karena harganya relatif lebih murah jika dibanding produk sejenis bermerk lain. Sedangkan untuk sayuran, aku memilih sayuran beku atau istilah kerennya 'frozen veggie' yang berisikan kacang polong, potongan wortel, pipilan jagung dan kentang. Frozen vegie tersedia dalam kemasan 1 kilo seharga $ 5 aud. Cara masaknya pun gampang, tinggal panaskan air lalu masukkan gula garam dan terakhir masukkan frozen vegie. Diaduk-aduk. Selesai deh supnya. Gampang bukan? Selain itu hemat waktu dan hemat dollar.

Rajin Pergi ke Perpustakaan Pangkal Bahagia

Bisa rutin berkomunikasi di Indonesia merupakan sebuah kemewahan bagi ku disebabkan beaya roaming telepon internasional yang mahal. Terpikir oleh ku untuk berkomunikasi dengan keluarga tercintanya menggunakan aplikasi video call google hangout.

Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Kebutuhan untuk mengerjakan tugas kuliah dan berkomunikasi dengan keluarga via internet mendorongku untuk rajin datang ke perpustakaan kampus yang terletak di City West. Jefrey Smart Building (JSB), perpustaakan universitas South Australia, berdiri kokoh dihiasi ornamen modern yang mencerminkan perpustakaan masa depan. Letaknya pun strategis di jantungnya kampus city west dan pusat kota. Namun situasi didalam gedung cukup kondusif untuk belajar dan membaca karena hanya orang-orang tertentu yang dapat memasuki gedung tersebut dengan cara menge-tap kartu mahasiswa yang tervalidasi. Internetnya pun kencang dan perpustakaannya terbuka 24 jam. Tersedia pula dapur mini, toilet, rest area, pemanas dan pendingin ruangan. Semua fasilitas tersebut seolah memanjakan para mahasiswa dan pemustaka. Tersedia pula ruang study yang kedap suara dilengkapi alat multimedia. Layaknya rumah kedua, aku sering mengunjungi perpustaakaan ini. Apabila jenuh membaca dan menulis tugas, kualihkan perhatianku ber-video call ria dengan keluarga tercinta. Tak ayal, kerinduan terbayarkan tanpa mengundang tagihan yang mahal harganya. Benar nian, rajin ke perpustakaan JSB pangkal bahagia.

Kenapa Harus Minder Menjadi Grape Picker ?

Menjadi pekerja paruh waktu (part-timer) merupakan sebuah kelaziman bagi mahasiswa asing. Terlebih, bagi mereka yang menjadi bujang lokal (bulok) dan bergantung hidup pada allowance bulanan dari pihak sponsor. Di negara bagian Australia Selatan (SA), terdapat beragam jenis pekerjaan part timer, mulai dari jasa pemasaran, pengiriman barang, perawatan rumah, jasa kebersihan sampai pertanian. Upahnya pun beragam sesuai ketrampilan, pengalaman dan resiko serta garis tangan. Tidak ada persyaratan lain, kecuali memiliki visa yang memperboleh kerja paruh waktu.

Pemetik Anggur atau Grapes Picker menjadi pilihan kerja paruh waktu selama liburan musim panas 2016. Tak terbayang sebelumnya, apa yang musti kulakukan saat memetik anggur. Untungnya, aq seorang pustakawan. Pustakawan merupakan sosok tahan banding nan cepat belajar. Ternyata job descripsi grape picker adalah memanen anggur dengan cara memotong batang buahnya, lalu memasukkannya kedalam ember. Nah dari ember, anggur dipindahkan ke traktor untuk selanjutnya diolah menjadi 'wine' atau minuman berkelas atas yang disukai oleh kalangan jetstar dan jetset.

South Australia yang beriklim mediteran, nampaknya cocok bagi tumbuhan anggur ini. Di daerah pinggiran bagian utara, banyak ditemui hamparan pepohonan anggur yang tertara dengan rapi. Ga heran sih, soalnya para petani OZ merupakan tipe petani modern. Sedikitnya jumlah sumberdaya manusia dibidang pertanian diatasi melalui mekanisasi pertanian. Mereka mengolah tanah menggunakan traktor, sedangkan pengairannya memakai sistem dip irrigation (ada pipa-pipa kapiler yang memberikan supply air ke tanaman anggur). Tidak heran tanaman anggur tumbuh subur diatas tanah kering kerontang. Suatu pemandangan yang kontras membandingkan antara hijaunya daun anggur dan coklat kekekeringan hamparan rumput disekitarnya. Walaupun telah memodernisasi sistem pertaniannya, namun petani OZ masih membutuhkan tenaga manusia untuk panen anggur. Nah itu peluang bisnis yang ditangkap oleh Nguyen Cs (Sesosok tua mantan manusia perahu yang telah mengecap pahit manisnya kehidupan. Gurat-gurat diwajahnya mencerminkan pahitnya kehidupan yang dilaluinya). Pak nguyen sukses menjalin hubungan kerja dengan para pemilik perkebunan anggur di daerah North Adelaide. Nguyen ju ga sukses menghimpun tenaga terdidik terampil berbayar murah macam saya pustakawan perantauan yang sedang kepepet ini. Intinya, pak Nguyen jadi penyedia jasa pemetik anggur sekaligus mandornya.

Beranjak ke hari-H pemetikan anggur. Sebelum fajar menyingsing, para kelompok pemetik anggur telah meninggalkan rumah masing-masing menuju lokasi. Pada titik yang telah ditentukan antata kelompok satu dan lainnya saling bertemu dan berkonvoi bersama ke suatu lokasi kebun anggur. Tepat matahari terbit, para pemetik anggur telah sampai dilokasi dan mengenakan perlengkapan perangnya, seperi: sepatu boot, celana dan kaos panjang, topi dan masker, kaos tangan. Tak lupa kacamata hitam dan gunting tanaman. Kalian pasti heran, kenapa pakai kacamata segala? Hellow guys, ini OZ yang sinar mataharinya mengandung sinar ultraviolet. Apalagi bekerja berat dibawah matahari yang titik suhunya bisa mencapai 35-40 C adalah sesuatu gitu loh. Makanya, pak nguyen selalu mengingatkan anak buahnya untuk selalu membawa air minum agar gak dehidrasi.
Kembali ke persiapan, pak nguyen berdiri dengan tegapnya dan memberikan penjelasan tentang etika pemetikan anggur disertai contoh memetik anggur yang benar. Dia memperagakan bagaimana cara menemukan buah anggur disela-sela daun anggur, cara memotong batang buah dan meletakkannya di ember. Nguyen pun menjelaskan bahwa sistem pembayarannya adalah per bucket. Artinya, tiap bucket yang terisi penuh akan dihargai $2 dengan simbolisasi satu keping plastik. Diakhir jam kerja (sekitar pukul 5 sore waktu Adelaide), tiap orang akan dihitung akumulasi keping plastik yang berhasil dikumpulkan. Selanjutnya, hasil akumulasi dikalikan $2 dan uangnya dibayarkan 2 minggu berikutnya. Setiap dua orang dengan posisi menghadap lajur pohon anggur bertanggungjawab memanen buah anggur dari kedua sisi. 'Tidak boleh ada buah anggur yang tersisa' tegas Nguyen. Lalu diapun memulai aba-aba 'Dei...dei'. Kami pun bergegas meraih, memotong, meletakkan bulir demi bulir anggur kedalam bucket.

Sekian jam dibawah panasnya terik matahari, keringat bercucuran, perasaan lelah dan putus asa datang silih berganti. Saat itu pula, pak Nguyen memompa semangat anak buahnya dengan kata 'Dei...dei'...yang terjemahan bebasnya '...cepat...cepat'.... Jikalau teringat pengalaman jadi grape picker yang penuh penderitaan, aku bersyukur mampu menempa mentalku agar tahan bating dalam menjalani segala profesi baik grape picker maupun pustakawan kelak sekembalinya ke tanah air.

Abebooks: Pasar Online Buku Bekas Berkualitas

Kurang lengkap jika belajar tanpa memiliki buku rujukan. Apalagi saat mengambil studi master, terdapat trend baru pengelolaan informasi, seperti pelestarian digital. Mencari buku rujukan tersebut ditoko konvensional belum tentu ada. Kalaupun ada, tentu harganya tidak terjangkau. Setelah memutar otak dan browsing, akhirnya aku menemukan situs penjual buku bekas berkualitas. Ya, abebooks.com namanya. Klik www.abebooks.com. Portal tersebut menghimpun data buku bekas layak jual dari berbagai toko buku online dibelahan dunia. Tampilan dan fiturnya mirip katalog online. Bedanya, situs abebooks menampilkan judul, pengarang, tahun terbit, kondisi, harga dan negara penyedia. Fitur tersebut membantu calon pembeli memilah dan memilih buku incerannya. Tips untuk beli buku di portal ini, pertimbangkan buku dengan membaca reviewer terhadap toko penyedia, kesesuaian harga dengan kondisi serta besaran ongkos kirimnya.
Pengalaman ku, situs ini cukup menekan biaya pembelian buku teks kuliah jika dibanding membeli buku barunya. Selanjutnya, pengelola abebooks cukup profesional melayani pembelinya. Hampir sebagian besar buku diterima dalam keadaan kemasan yang baik, walaupun buku tersebut dikirim dari benua lainnya.

Tak terasa telah sampailah dipenghujung cerita. Beberapa tips diatas semoga membantu kalian untuk survive di perantauan. Sesulit apapun kondisimu diperantauan, jangan pernah merasa sendiri dan putus asa. Optimislah akan ada solusi atas setiap permasalahan. Inti dari kisah pribadi diatas adalah setiap kesulitan akan membawa pengalaman dan pengetahuan baru serta mengasah kecerdasan dalam mengubah kesulitan menjadi keberkahan. Power of kepepet adalah proses melejitkan potensi laten kita. Khususya bagi para pustakawan perantauan,  power of kepepet akan merangsang kita senantiasa kreatif dan adaptif terhadap perubahan. Hasil akhirnya adalah Pustakawan IMUT (Inisiatif, Multitalenta dan Tahan Banting). Salam Literasi (RAH)

0 comments: