I. Kenangan Masa Kecil
Nama dalam kehidupan manusia bukanlah
sekedar membedakan antara satu sama lainnya. Nama memiliki makna yang amat
dalam dan memberikan identitas diri, dorongan untuk maju menggapai masa depan
yang gemilang. Dan orang tua yang baik akan memberikan nama kepada anaknya
dengan kalimat yang indah. Karena dibalik sebuah nama tersisip doa dan harapan
orang tua terhadap buah hatinya.
Terlahir dari pasangan Drs.H. Riyanto
dan Dra. Hj.Sri Wulan Utami dan tumbuh besar dalam keluarga dan lingkungan yang
multi kultural, membuat
orangtua memberikan nama yang unik kepadaku.
Terdapat sebuah kisah yang menarik menjelang detik-detik kelahiranku.
Menjelang hari kelahiran, ayah mendapat tugas keluar kota. Sebelum berangkat
menjalankan tugas, beliau meminta pertimbangan bunda. Mengingat tanggung jawab
sebagai kepala keluarga tentunya beliau tidak tega meninggalkan bunda yang
tengah hamil tua beserta anak perempuannya yang berusia 4 tahun. Akan tetapi
bunda memberikan dukungan moril agar ayah berangkat menjalankan tugasnya
sebagai abdi Negara. Tak berselang setelah keberangkatan ayah, bunda merasakan
tanda-tanda melahirkan. Dengan tertatih bunda segera menyiapkan perlengkapan
kelahiran dan berangkat menuju rumah Bidan Siti Aisyah menggunakan becak.
Kurang lebih 30 menit perjalanan, sampailah bunda di rumah bidan siti aisyah
yang terletak di sebelah barat pertigaan jalan dekat stasiun kereta api Tulungagung.
Berkat pertolongan bidan siti asiyah dan ridho Allah swt maka pada hari Rabu
Legi tanggal 11 Maret 1981 pukul 11.00 Wib aku terlahir ke dunia.
Selanjutnya kewajiban orang tua adalah
member nama dan mendidik buah hatinya.
Dalam proses pemberian nama, terdapat berbagai pertimbangan. Mengingat
kelahiran manusia kedunia dipengaruhi oleh alam kosmos menurut putaran waktu.
Menurut pakar fengshui, anak yang terlahir tahun 1981 memiliki shio Jago. Shio
tersebut memiliki sifat suka berbicara dengan penuh perasaan (empati); suka
kebajikan, jujur, teguh pendirian, percaya diri, suka kerja keras, cerdas, tak
suka rebut-ribut, suka bertualang dan suka memasak. Sedangkan orang eropa
berpendapat kehidupan dipengaruhi oleh kosmos. Seseorang yang terlahir tanggal
11 Maret memiliki bintang Pisces. Menurut pendapat ahli fengsui dan eropa maka
seseorang yang terlahir tanggal 11 maret memiliki watak idealis dan
berhati-hati baik dalam sikap, tindakan dan tutur kata.
Berdasarkan waktu kelahiran dan
peristiwa bersejarah pada tanggal kelahiranku maka orang tua menyematkan nama:
Rattah Pinnusa Haresariu Handisa. Pemberian nama tersebut memiliki makna
yang jika diuraikan sebagai berikut:
Rattah
Pinusa merupakan kependekan (Su) RAT
(Perin)TAH (Memim) PIN NU(sa) (Bang)SA. Harapannya agar menjadi orang pertama,
pemimpin nomor satu yang mempunyai pendirian teguh, percaya diri, suka kerja
keras, suka perubahan. Menjadi pemimpin yang ahli dalam taktik dan strategi
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, selalu tepat dalam melakukan
perhitungan.
Haresariu
kependekan
dari HAsil SAresmi antara RIyanto dan Sri Wulan UtamI. Maksudnya sebagai hasil
hubungan biologis suami istri yang merupakan tujuan perkawinan. Dan bukannya
akibat perkawinan/pernikahan. Kehadirannya kedunia ini memang dinantikan,
didambakan sebagi pengikat pernikahan dan penerus keturunan serta memanjangkan
nama sebagai bukti hidup dalam kehidupan. Pencantuman nama Bapak dan Ibu
tersebut menunjukkan betapa besarnya pengakuan orang tua terhadap anaknya
sebagai darah dagingnyya. Harapannya agar anak tersebut berbakti kepada kedua
orangtuanya kelak.
Handisa
kependekan dari Tuhan Menjadi Saksi.
Mengingat setiap manusia dalam mengarungi bahtera kehidupannya akan selalu
mencari bimbingan sang Khaliq. Sehingga
sebagai seorang hamba yang beriman maka sepantasnya mengharap ridho Allah swt.
B. Orang
tua adalah Teladanku
Mengingat penting dan strategisnya masa
kanak-kanak bagi pembentukan mental dan karakter bagi anak manusia. Maka
orangtuaku, khususnya ayah senantiasa mengenalkanku kepada lingkungan dan alam
sekitar. Setiap waktu luang, seringkali ayah mengajakku dan kakak berpetualang
menjelajah lingkungan sekiar. Kami diajak berkeliling sembari menaiki sepeda,
naik gunung, menyeberangi sungai maupun menapak pematang sawah. Hal tersebut
bertujuan memperkenalkan kehidupan dan mendekatkan kami terjadap kehidupan
pedesaan dan alamnya yang masih alami.
Bila menjumpai pemandangan/realita
kehidupan yang sama dengan keadaan yang pernah dialami oleh ayah. Maka beliau
akan menceritakan pengalamannya guna menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan. Semisal ketika kami sedang menapaki pematang sawah, kami
bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang menyabit rumput. Kami menyapanya
dan lalu berbagi cerita tentang bagaimana masa kecil ayahanda. Ketika beliau
berusia 3 tahun telah ditinggal wafat ibunya. Sepeninggal istrinya, Eyang
Karmijo Gumbik yang merupakan seorang carik di dusun Lotekol Kab. Tulungagung,
menikah lagi. Dan Ayahku (Riyanto) dititipkan kepada Eyang Trontono (Mertua
Carik Gumbik yang merupakan Kepala Desa Gombang Tahun 1960-an). Selama ngenger
di rumah eyang Trontono, ayah harus berkerja keras membantu menggembala kerbau
dan sapi. Walaupun eyang kakung Trontono seorang kaya dan terpandang didesanya.
Namun eyang mengajarkan kemandirian dan tanggungjawab kepada ayahanda. Sehingga
beliau digembleng dan ditempa agar tumbuh semangat dan tekat yang kuat dalam
hidup. Hal tersebut merupakan latihan fisik dan mental guna menggapai
kesuksesan. Salah satu tokoh idola ayahanda adalah Damarwulan. Karena beliau
salut akan keteguhan dan ketabahan dammar wulan. Seorang anak petani yang
berusaha merubah hidupnya dengan kerja keras sehingga dia berhasil
mempersunting kencana wungi (putri raja Majapahit) dan akhirnya menjadi
penguasa Kerajaan Majapahit.
Berbahagia sekali bahwa aku tumbuh dan
berkembang ditengah keluarga yang harmonis. Setiap ada kesempatan, kedua
orangtuaku senantiasa memperkenalkanku kepada tempat dan hal-hal baru.
Tempat-tempat rekreasi baik local maupun regional, seperti: Gua Selo magleng,
sanggrahan boyolangu, Goa Pasir didesa Jujung Kecmatan Sumbergembol, Air Terjun
Coban Pelem Kecamatan Campur Darat, Pantai Popoh dan Prigi, Pemandian Srabah Di
Kalangbret , Candi Borobudur, Pantai Parangtritis, Taman Mini Indonesia Indah, Air
Terjun Tawangmangu, Telaga sarangan, Pemandian Sengkaling dan Air panas
Sanggariti Kota Batu, Malang telah kami
kunjungi. Adapun tujuan mengunjungi tempat-tempat tersebut adalah:
memperkenalkan tentang Kekayaan Alam Indonesia; Memperkenalkan tentang Kekayaan
Budaya Indonesia serta menjalin keakraban antara anak dan orang tuanya.
Dalam pola pendidikan kepada
anak-anaknya, kedua orangtuaku memberikan keteladanan dengan Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Keduanya memberikan contoh tentang keserhanaan. Mengingat Ibu merupakan anak
sulung dari 5 (lima) bersaudara maka beliau hidup dalam keprihatinan. Beliau
terlahir dari pasangan Letnan Dua Pol. (Purn) H. Syayid Salamun (mantan Dansek
Kec. Durenan dan Kepala Desa Tugu Kecamatan Kampak Kab. Trenggalek Tahun
1980-an) dan Hj. Katamah (Guru SD Sambirejo). Gaji eyang H. Salamun sebagai
anggota polisi waktu itu tidak mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga Ibuku harus
rela hidup sederhana dan meringankan beban orangtuanya. Ibu tidak canggung membantu
pekerjaan rumah seperti mengepel, menyapu, mencuci piring. Dan disela-sela
waktu bermainnya disempatkan mencari bekicot untuk ternak bebeknya sembari
mengasuh adik-adiknya yang masih kecil. Pengalaman masa kecil kedua orang tuaku
telah mewarnai pola mendidik anak-anaknya. Pola pendidikan yang disiplin namun
humanis, ulet, sederhana dan bersahaja Tak berlebih kiranya jika keduanya menjadi
teladan bagi anak-anaknya.
Masa kecil merupakan masa terindah bagi setiap insan manusia. Masa tersebut akan selalu terkenang sampai dewasa dan dapat memberikan inspirasi dalam menjalani kehidupannya. Sebagian besar, masa kecil aku habiskan di Tulungagung dan Trenggalek. Menginggat hampir setiap akhir pekan, kedua orangtuaku senantiasa mengajak anak-anaknya berkunjung ke rumah eyang di Durenan, Kabupaten Trenggalek. Kami mulai bermukim didesa Bago kabupaten Tulungagung semenjak tahun 1977 mengikuti kepindahan tugas ayah dari Dinas Pendidikan Kabupaten Trenggalek ke Tulungagung. Dahulu, Desa Bago masih kental nuansa perkampungannya. Dimana keramahan dan kepedulian antar warga kampung masih kental nuansanya. Rumah kami terletak di Gang Bayangkari nomor 7, persis berada di bagian belakang RS. Bayangkara dan kompleks perumahan Polisi.
Selayaknya anak kecil lainnya, saya
memiliki teman karib yang sebaya. Kebetulan sahabat karib saya merupakan dua
bersaudara dan rumahnya tepat berada dibelakang rumah. Saya seringkali
memanggilnya Mas Endik dan Dik Endra. Kami seringkali meluangkan waktu guna
bermain bersama. Kami saling mengembangkan imaji dan impian masa depan.
Permaianan seperti bermain gundu, layangan maupun perang-perangan sangat kami
sukai.
Iseng dan jahil menjadi sifat yang
melekat dalam diriku sewaktu kecil. Suatu kali keisenganku berbuah petaka
bagiku. Ceritanya, ada teman perempuan sepermainanku yang lagi asyik bermain
pasaran. Kelihatannya mereka asyik memerankan permainan tersebut. Ada yang
berperan sebagai penjual dan pembeli. Melihat hal tersebut maka muncul
keisengan untuk mengganggu mereka. Secara diam-diam, saya berusaha mencari ulat
bulu. Selanjutnya ulat bulu tersebut kusimpan dibalik saku baju. Dengan
mengendap-endap kuhampiri mereka dan saya berpura-pura sebagai pembeli yang
hendak bertransaksi. Ketika selesai
transaksi maka saya pun berpura-pura mengeluarkan sesuatu dari saku. Dan
tiba-tiba,.. Hwaa…suara kaget diiringi tangis khas anak-anak sontak muncul.
Sontak, mereka lari dengan takut sekaligus jijik melihat ular bulu yang saya
keluarkan dari saku baju. Melihat mereka lari tercerai erai maka saya pun
tertawa riang sekali. Dan saya pun bergegas pulang untuk makan dan tidur siang.
Dengan menyelinap, saya pun masuk rumah dan langsung tidur tanpa cuci tangan.
Dan akhirnya saya pun tertidur. Lama berselang, saya merasa ada yang aneh
dengan mata saya. Mata ini sulit dibuka. Dengan perasaaan campur aduk maka saya
pun menangis sekeras-kerasnya sambil berteriak:” Ibuuuu..mataku tidak bisa
dibuka”. Dengan belaian keibuannya, ibu berusaha menenangkan diriku. Beliau
mengatakan bahwa kedua mata saya bengkak. Sambil mengira-ngira beliau bertanya
kepadaku: Apakah saya telah memegang ulat bulu?. Sambil tetap menangis
sesengukan, saya pun mengaku. Beliau berkata:”Itulah akibatnya orang yang
menyakiti sesame pasti akan mendapat balasannya? Dan belaiu menjelaskan bahwa
bulu ulat dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Semenjak kejadian tersebut,
dalam hati terdalam saya berniat tidak mengulangi perbutan tersebut dan berjandji
akan menjadi insane yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
D. Pencarian
Jari Diri
Percaya pada kemampuan diri sendiri.
Itulah pelajaran hidup yang senantiasa ditanamkan orang tua kepada saya.
Kusadari bahwa kemampuan akademik yang saya miliki tidak secemerlang prestasi
kakak perempuanku dan adik lelakiku. Saya merupakan anak ke-2 dari 3
bersaudara. Kakak perempuanku bernama Alifa Hasanggawuri Hansi atau biasa
dipanggil mbak ifa dan adik lelakiku bernama Leope Pinnega Heritesta Handisa
atau bisa dipanggil dek Esta. Walaupun kami bertiga bersekolah pada sekolah
favorit di Tulungagung. Namun masing-masing memiliki catatan prestasi yang
berbeda-beda. Mbak ifa dan Dek Esta senantiasa menjadi langganan juara 3 besar.
Sedangkan prestasi akademik saya sejak bersekolah di SD Kampungdalem I, Sekolah
Menengah Pertama Negeri I Tulungagung dan Sekolah Menengah Atas 1 Tulungagung
biasa saja. Terkecuali di bidang akademik, saya memiliki ketertarikan yang kuat
terhadap kehidupan berorganisasi. Sejak
sekolah dasar, terdapat dorongan yang kuat dalam diriku untuk aktif dalam
kegiatan bernuansa religi dan lingkungan. Keaktifanku mengikuti pengajian di Pondok
Pesantren Panggung mengantarkanku menjadi juara 1 lomba Menanti Azan Tiba pada
Festival Anak Soleh pada tahun 1992 di Tulungagung. Selain itu, saya
berkesempatan megikuti Jambore Pramuka Penggalan di Cibubur pada tahun 1996.
Hal tersebut terwujud berkat keaktifanku di Gugus Depan SMPN1 Tulungagung
Fase remaja merupakan fase kritis yang
dialami oleh setiap manusia. Dan aku bersyukur kepada Allah swt yang telah
membimbing dan menjagaku dari perbuatan yang bertentangan dengan norma agama,
social dan hukum. Serta memberikan keluarga yang perhatian terhadap tumbuh
kembang anggota keluarganya. Walaupun kedua orangtuaku bekerja namun aku dan
kakak tidak pernah merasakan kehilangan kasih sayang dan kehangatan keduanya.
Disela-sela kesibukan, mereka menyempatkan diri mengontrol pergaulan
anak-anaknya. Keduanya tidak membatasi pergaulan anak-anaknya. Namun memberikan
kepercayaan dan tanggungjawan kepada anak untuk selektif terhadap lingkungan
pergaulannnya. Sehingga godaan seperti pemakaian zat adiktif seperti : Obat
Double L, ganja maupun minuman beralkohol pada lingkungan sekitar pergaulan mampu
saya tepis.
Tidak dipungkiri bahwa masa pubertas
senantiasa diiringi oleh ketertarikan terhadap lawan jenis. Pada usia yang menginjak 14 tahun, saya
mengalami pengalaman psikis yang luar biasa.Ya… Saya tertarik pada lawan jenis.
Kondisi psikis yang dilukiskan sebagai cinta monyet. Kisah tersebut berawal
pada media Juli 1995. Saat itu, para murid dan guru SMPN 1 Tulungagung sibuk
mempersiapkan menyambut RI ke 60 tahun. Acara persiapan tersebut adalah pawai
Allegoris yang bersifat massal dan melibatkan murid kelas I dan kelas II
termasuk diriku. Pada kesempatan itu,
saya berkenalan dengan adik-adik kelas yang baru. Namun ada seorang dara yang
mampu mencuri perhatianku. Dia berparas manis dengan rambutnya panjang ikal dan
dikepang rapi serta berkulit kuning langsat. Selidik punya selidik ternyata dia
adik kelas. Namun karena usia kami masih sangat belia sehingga kami tidak
berani mengungkapkan perasaan masing-masing. Dan saya pun hanya mampu perasaan
tersebut sampai rasionalitas seorang pria dewasa muncul.
E. Kegagalan
Adalah Kesuksesan Yang tertunda
“Kegagalan Bukanlah Akhir Segala-nya”
kalimat bijak tersebut patut menjadi pegangan bagi siapapun yang ingin sukses.
Kegagalan maupun keberhasilan seorang anak manuasia tak lepas dari campur
tangan Allah swt. Karena hanya Allah swt yang mengetahui hal terbaik bagi
ciptaannya. Dan hal tersebut
merupakan fakta kehidupan yang turut
mewarnai perjalanan hidupku.
Kurang lebih 31 tahun, berbagai fase
kehidupan telah saya lalui. Fase anak-anak, remaja, pemuda dan menjadi orang
tua pernah saya alami. Secara garis besar, kehidupanku berjalan mulus. Namun
pada fase-fase tertentu saya mengalami ‘pendewasaan diri’ menghadapi rentetan
kegagalan yang menunjukkan jalan kehidupanku saat ini. Fase peralihan dari
remaja menjadi dewasa merupakan titik rawan bagi saya. Sebagai remaja tanggung yang berproses
mencari jatidiri, saya membuka diri terhadap semua strata social. Saya tidak begitu memilih dalam mencari kawan.
Karena bagi saya satu musuh terlalu banyak sedangkan seribu kawan pun terlalu
sedikit.
Selepas Sekolah Menengah Atas,
kebanyakan disambut gembira oleh sebagian besar
remaja. Karena mereka seolah diberikan kebebasan menuntukan masa
depannya. Terdengar celoteh kawan yang ingin melanjutkan ke fakultas kedokteran
universitas ternama karena dia ingin merealisasikan impian menjadi dokter, ada
pula yang ingin menjadi seorang arsitek dan banyak pula teman-teman memendam
kekecewaan tidak mampu melanjutkan ke jenjang kuliah. Lalu bagaimana denganku?
Dalam hati kecilku bertekad bulat mewujudkan impian sebagai Bhayangkara Negara.
Hal tersebut mungkin pengaruh dari lingkungan sekitarku yang tumbuh bersama
anak-anak dari asrama Polisi di Tulungagung. Selain itu figur Eyang Letnan Dua (Purn) H. Salamun selaku
Komandan Polsek Durenan yang memposisikan diri sebagai polisi yang humanis bagi
lingkungan sekitarnya. Bukan sekedar mengayomi masyarakatnya, eyang Salamun
kerapkali menjadi rujukan terhadap masalah-masalah terkait keagamaan. Dan masa
purna tugasnya, beliau dikaryakan sebagai Kepala Desa Tugu, Kabupaten
Trenggalek selama 2 periode. Pada medio Juni tahun 2000, saya mendaftarkan diri
selaku Calon Taruna Akademi Polisi di Kepolisian Daerah Jawa Timur. Ternyata
animo para pemuda seusiaku untuk menjadi Bayangkara Negara begitu tinggi, namun
mereka harus melalui serangkaian tes seperti; administrasi, kesehatan I,
samapta. Psikotes, kesehatan II, Panitia penentuan akhir daerah dan Pantukhir
sebelum akhirnya dinyatakan lolos sebagai calon taruna. Dari ribuan pendaftar,
sedikit demi sedikit berguguran setelah melalui serangkaian tes. Beruntung saya
masih bisa mengikuti tes kesehatan II. Pada tes ini, organ vital tubuh saya diperiksa dengan cermat. Mengingat
pendidikan Taruna kepolisian selama 3 tahun memerlukan kesiapan mental dan
stamina yang prima. Lolos dari tes kesehatan II selanjutnya saya berhak
mengikuti pantukhirda. Dan tahapan ini menjadi penentu bagi saya, apakah saya
layak mengikuti seleksi secara nasional atau tidak. Namun takdir berkata lain,
dari ratusan pendaftar yang memiliki stamina dan kesehatan yang prima serta
mental yang baik saya tidak termasuk didalamnya. Kegagalan tersebut tidak
mematahkan semangat untuk mencoba keberuntungan di tahun depan.
Kegagalan
tersebut mendorong saya untuk memilih opsi kedua yakni: kuliah. Namun
kesempatan mengikuti Sipenmaru telah terlewat sehingga kuliah melalui jalur
Diploma menjadi satu-satunya pilihan. Setelah mengikuti seleksi masuk dan
bersaing dengan calon mahasiswa lainnya, saya dinyatakan lulus seleksi DIII
Teknisi Perpustakaan. Keputusan memilih jurusan “asing’ tersebut lebih didasar
oleh rasa keingintahuan terhadap ilmu tersebut. Selama menjadi mahasiswa, saya
aktif baik dalam kegiatan ekstra dan
intra kampus. Saya sempat tergabung dalam Lembaga Pers mahasiswa Retorika FISIP
Universitas Airlangga Surabaya. Selaian itu dalam bidang keolahragaan saya
mengikuti Tae Kwondo yang kebetulan dibimbing oleh Sabeum Nim Satriyono.
Kesibukan kuliah dan berorganisasi serta lingkungan akademik yang merangsang
berpikir kritis lambat laun melupakan cita-cita menjadi bayangkara Negara.
Selama 3 tahun menuntut ilmu, tepatnya tahun 2003 saya resmi diwisuda dengan
nilai yang memuaskan. Kurang lebih 1 tahun sejak lulus kuliah saya menjalai
berbagai pekerjaan baik secara informal maupun formal. Namun hal tersebut saya
jalani dengan kesabaran dan tekad
mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada akhirnya Allah swt menjawab
doa saya dan pada tahun 2005 saya diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada
lingkup Departemen Kehutanan. Dan penempatan pertama saya pada Balai Penelitian
Kehutanan Kupang di propinsi Nusa Tenggara Timur.
0 comments:
Post a Comment