Monday, 30 March 2020

Pemanfaatan Kepustakaan Kelabu Bagi Penelitian


Penelitian merupakan proses yang melibatkan 3 komponen yakni: data, metode dan sumberdaya manusia (peneliti). Sebagai kesatuan integral, ketiga komponen tersebut memposisikan peneliti pada letak strategis. Peneliti merupakan brainware yang bertugas mengumpulkan, menganalisis dan mengintepretasi data serta merumuskan hasil ilmiah. Salah satu outputnya berupa dokumen ilmiah, yakni : kertas kerja, proseding, makalah, laporan penelitian. Dokumen-dokumen ilmiah tersebut lebih dikenal dengan istilah pustaka kelabu (grey literature).
                Pustaka kelabu dapat dijadikan sumber rujukan alternatif dalam komunitasi ilmiah. Dokumen tersebut memiliki kelebihan, yakni: produksi lebih cepat karena prosesnya efisien. Tetapi proses tersebut tidak mengabaikan prosedur standar ilmiah yakni: melalui peer-review. Merujuk pada produksi publikasi ilmiah di CIFOR yang dilakukan secara berjenjang. Awal produksi dimulai dengan penyusunan working paper untuk mendapatkan masukan dari peneliti lain. Selanjutnya proses beranjak ke peer-review yang dilakukan oleh reviewer diluar CIFOR yang Ahli dibidangnya. Dan pendistribusian dokumen tersebut dapat bersifat formal melalui forum ilmiah maupun informal melalui internet. (Yuan Oktafian & Luluk Suhada; 2005). Proses kerja yang sistematis dan efisien tersebut akan berimbas pada tingginya nilai keterbaruan (currently) informasi dokumen ilmiah.
Namun pemanfaatan pustaka kelabu sebagai rujukan penelitian masih minim. Kendala pertama adalah persepsi peneliti yang menganggap pustaka kelabu tidak melalui prosedur ilmiah. Walaupun kenyataanya bahwa publikasi pustaka kelabu terbitan lembaga penelitian yang kredibel seperti CIFOR, World Bank, FAO, Forest Trends, RECOFTC telah melalui proses peer-review. Kendala kedua adalah keterbatasan akses terhadap sumber-sumber penyedia pustaka kelabu. Sehingga menyulitkan peneliti untuk mendapatkannya. Seyogyanya, pemanfaatan pustaka kelabu di Indonesia harus lebih didorong. Karena hasil penelitian Gibbs (1995) dalam Sulistyo Basuki (2004) menyatakan bahwa Indonesia hanya menghasilkan tulisan ilmiah sebesar 0,012% di antara negara-negara lain penghasil tulisan ilmiah. Diharapkan pemanfaatan pustaka kelabu dapat mendorong produktivitas peneliti dalam menghasilkan karya ilmiah.

Definisi dan Ciri Pustaka Kelabu
Peneliti pada umumnya tidak asing dengan istilah kertas kerja, prosiding maupun laporan penelitian. Namun hanya sebagian kecil komunitas ilmiah di Indonesia yang mengenal istilah pustaka kelabu. CP Auger (1989) dalam Adi Prasetyo (2009) mendefinisikan pustaka kelabu sebagai “Bahan pustaka yang tidak tersedia di deretan buku untuk dijual (non commercial printed material), fisik luar (cover) pencetakan & penjilidan sederhana dibuat untuk keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas, misalnya: Proseding, disertasi, bibliografi, Laporan dan sebagainya”.
Dari pengertian diatas, setidaknya kita memiliki gambaran bahwa pustaka kelabu memiliki sifat ekslusif dan memiliki nilai informasi yang tinggi. Karena publikasi ini ditujukan untuk melayani komunitas ilmiah dengan menyajikan data yang komprehensif dan topik yang menarik. Ceruk pasar yang terbatas tersebut membuat penerbit tidak tertarik untuk memproduksinya secara massal untuk tujuan komersial. Hal substansial tersebut merupakan garis pembeda antara pustaka kelabu dengan pustaka lainnya. Selain perbedaan tersebut, pustaka kelabu memiliki beberapa ciri antara lain:  
1.    Merupakan terbitan dalam bentuk cetak maupun non cetak.
2.    Diterbitkan oleh perhimpunan, lembaga, assosiasi dan badan korporasi lainnya yang tidak memiliki kegiatan utama dalam bidang penerbitan.
3.    Semua dokumen itu tidak dapat diperoleh melalui saluran terbuka (melalui toko buku).
4.    Bahan pustaka hasil seminar, temu ilmiah dan sejenisnya yang tidak dapat dicari melalui perdangangn umum.
5.    Literature yang diterbitkan dalam jumlah terbatas dan tidak disebarluaskan kepada umum seperti yang berlaku pada bahan pustaka lain sehingga untuk memperolehnya perlu dilakukan upaya tertentu dan pendekatan kepada lembaga yang menerbitkannya. (KepMenristek dalam Adi Prasetyo (2009))

Pemanfaatkan Pustaka Kelabu
Dalam pemanfaatan pustaka kelabu, kita perlu mengidentifikasi jenis dan sumber informasi yang dibutuhkan serta metode penelusurannya. Sehingga pemanfaatannya bisa optimal. Berdasarkan jenisnya, pustaka kelabu memiliki 2 (dua) bentuk, yakni : tercetak dan non cetak. Bentuk tercetak berupa kertas kerja, proseding, kumpulan rapat kerja. Pustaka kelabu tersebut merupakan hasil dari berbagai forum ilmiah. Kita dapat menelusur informasinya secara manual menggunakan bibliografi yang diterbitkan lembaga penelitian/assosiasi ilmiah/pusat informasi penelitian. Sedangkan bentuk non cetaknya dapat berupa database hasil penelitian. Salah satunya adalah:  CD-ROM AGRIS yang berisi bibliografi hasil penelitian negara anggota FAO. Kebanyakan jenis publikasi dalam bibliografi tersebut berbentuk pustaka kelabu. Pembentukan AGRIS bertujuan memfasilitasi pertukaran informasi bidang pertanian antar negara anggotanya. Database bibliografi ini menyimpan potensi informasi yang besar. Karena memuat publikasi ilmiah dari 116 negara dan 31 pusat internasional/pemerintahan anggota PBB yang ikut ambil bagian dan mengajukan sekitar 14.000 item tiap bulannya. “ekakusmayadi.wordpress.com/learning/kiat penelusuran/ diunduh tanggal 4 Mei 2010”. Selain itu pustaka kelabu non cetak dapat diketemukan melalui internet. Salah satunya adalah GreyLIT Network (www.osti.gov/graylit) yang merupakan portal terhadap 100.000 dokumen Federal. Di Eropa terdapat EAGLE (European Association for Grey literature in Europe, http://www.kb.nl/infolev/eagle/frames.htm) yang merupakan suatu kerjasama untuk mengindentifikasi grey literature dan saat ini sudah berhasil mengidentifikasi lebih dari 550.000 dokumen. (Yuan Oktafian & Luluk Suhada; 2005).
Pada proses penelusuran informasi khususnya pustaka kelabu, Kita seringkali mengalami kendala tentang dimana sumber informasi berada dan bagaimana cara menelusurnya. Indeks dapat kita gunakan untuk menelusur informasi secara manual. Indeks ditetapkan berdasarkan unsur kata kunci dari informasi akan kita telusur. Cakupan informasi pada indeks meliputi : keterangan lokasi tentang nama pengarang, judul karangan dan judul majalah, tahun, nomor serta halaman dimana karangan tersebut berada. (Rattah: 2008). Sedangkan penelusuran otomasi secara Off-line kita akan dibantu dengan alat penelusuran seperti CDS/ISIS. Penggunaanya pun relatif mudah karena software tersebut dilengkapi fasilitas penelusuran berbasis Boolean. Pada penelusuran secara online, kita dapat menggunakan 3 (tiga) Metode yakni: Browsing, Uniform Resources Locator (URL) dan menggunakan mesin pencari. Adapun perbedaan dan teknis kerja dari ketiga metode tersebut menurut Burhan (2003) adalah :
a.    Browsing merupakan metode untuk menjelajahi berbagai web dalam internet. Namun cara ini kurang efektif dan efisien. Karena kita menelusur informasi secara bebas tanpa ada pedoman. Dapat diibaratkan kita pergi kesuatu tempat tanpa mengetahui lokasi tempat tersebut berada. Maka hasil penelusurannya pun tidak optimal dan memboroskan waktu.
b.    Uniform Resources Locator merupakan tata cara baku dalam menuliskan alamat lokasi tujuan atau sumberdaya dalam internet, seperti newsgroup atau sebuah file. Metode ini efektif menelusur informasi jika kita telah mengetahui alamat world wide web (www) yang menyimpan informasi dimaksud. Lokasi dimaksud dapat diakses dengan mengetikkan alamat dengan format www.alamat situs.nama domain (com, gov, ac.id, org) pada browser.
c.     Search Engine merupakan Tehnik pencarian informasi diinternet dengan memakai perangkat lunak yang secara otomatis akan menelusuri semua isi web. Perangkat lunak ini kemudian akan membangun daftar atau indeks dari seluruh halaman informasi yang tersedia dalam internet. Tujuannya adalah mempermudah pengguna dalam melakukan pencarian informasi diinternet. Jenis software yang biasa digunakan sebagai search engine adalah Yahoo, alvista, google.

Pola Sitiran Pada Pustaka Kelabu.
 Pada dasarnya karya ilmiah tidak berdiri sendiri. Namun karya tersebut mengacu pada karya ilmiah yang sebelumnya telah ada. Demikian halnya apabila kita mengacu sebuah karya ilmiah yang merupakan jenis pustaka kelabu. Maka sumber tersebut wajib dicantumkan sesuai kaidah dan etika keilmuan. Dan pustaka kelabu sebagai daftar pustaka memiliki beberapa pola.  Adapun pola sitirannya tersebut dalam Budilaksono (2009) sebagai berikut :
1.    Susunan sitiran pada prosiding secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, Didalam: Nama editor, Judul Publikasi/nama pertemuan ilmiah atau keduanya, tempat pertemuan, tanggal penemuan, nama penerbit, tempat terbit, halaman terbit.
Contoh : Wery, L.M.I Sudirman & A.W. Gunawan. 1994. Pertumbuhan dan Perkembangan Schizopyllum Commune In Vitro Dan In Vivvo. Dalam: Peranan Mikrobiologi Dalam Industri Pangan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan, Bogor, 20 Agustus 1994. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Cabang Bogor. Bogor. Hlm 170-171
2.    Pola sitiran  pada Disertasi/Thesis/Skripsi secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, Jenjang Program pendidikan yang sedang ditempuh, Instiusi pendidikan, tempat terbit. Keterangan publikasi.
Contoh : Nugroho, B. 2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil Menegah Industri Pemanenan Hutan Untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.(tidak diterbitkan).
3.    Pola sitiran  pada internet secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, sumber artikel. Tanggal Akses
Contoh : Nitra. 2002. Sebelum Radikal Bebas Membunuh, Mencegah Kanker Dengan Daun Cereme. Website :http://www.minggupagi.com/article.Diakses tanggal 5 Maret 2003.
4.    Pola sitiran  pada CD-ROM edisi tunggal secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, media penyimpanan . lembaga, tempat terbit
Contoh : Sheeby,D. Eds. 1997. Robert Frost: Poems, Life, Legacy. CD RROM. Holt. New York

Penutup
         Kemajuan teknologi yang dinamis menyebabkan ledakan informasi sekaligus momentum bagi pemanfaatan pustaka kelabu. Selama ini, potensi informasi pada pustaka kelabu belum dimanfaatkan secara optimal. Kendalanya adalah aksesnya yang terbatas dan sifatnya ekslusif. Namun peneliti dapat menggunakannya sebagai sumber informasi alternatif. Berbekal pengetahuan yang memadai tentang jenis, sumber informasi, metode maka pemanfaatan pustaka kelabu akan optimal.. Diharapkan hal tersebut akan bermuara pada meningkatnya produktivitas peneliti dalam mengeluarkan publikasi ilmiah. Sekian.

DAFTAR PUSTAKA
Adi Prasetyo. 2009. Pemanfaatan Grey Literature di Perpustakaan. Buletin Perpustakaan Unair Vol, III No.2. Surabaya, Unair Press.
Budilaksono. editor. 2009. Pedoman Penyajian Karya Tulis Ilmiah Lingkupp Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Edisi 2. Jakarta. Departemen Kehutanan.
Burhan. 2003. Kamus Dunia Komputer dan Internet. Suraaya. Arkola.
Ekakusmayadi. 2010. Kiat Menelusur Informasi. Wordpress.com/learning/kiat penelusuran/. Diakses tanggal 4 Mei 2010
Rattahpinusa. 2008. Makalah: Metode Penelusuran Informasi. Kupang. BPKK. Tidak dipublikasikan.
Sulistyo-Basuki. Pengantar Dokumentasi. Bandung. Rekayasa Sains, 2004
Yuan Oktafian & Luluk Suhada. 2005. Layanan Grey literature di Perpustakaan CIFOR. Pada seminar Pemanfaatan E-book dan E- journal untuk Penelitian, Bogor, 26 Juni 2006. Perpustakaan Ardi Koesoema. Bogor, Hlm. 2 & 5

0 comments: