Penelitian merupakan proses yang melibatkan 3 komponen
yakni: data, metode dan sumberdaya manusia (peneliti). Sebagai kesatuan
integral, ketiga komponen tersebut memposisikan peneliti pada letak strategis.
Peneliti merupakan brainware yang bertugas
mengumpulkan, menganalisis dan mengintepretasi data serta merumuskan hasil ilmiah.
Salah satu outputnya berupa dokumen ilmiah, yakni : kertas kerja, proseding,
makalah, laporan penelitian. Dokumen-dokumen ilmiah tersebut lebih dikenal
dengan istilah pustaka kelabu (grey
literature).
Pustaka kelabu dapat
dijadikan sumber rujukan alternatif dalam komunitasi ilmiah. Dokumen tersebut
memiliki kelebihan, yakni: produksi lebih cepat karena prosesnya efisien.
Tetapi proses tersebut tidak mengabaikan prosedur standar ilmiah yakni: melalui peer-review. Merujuk pada produksi
publikasi ilmiah di CIFOR yang dilakukan secara berjenjang. Awal produksi
dimulai dengan penyusunan working paper untuk mendapatkan masukan dari peneliti
lain. Selanjutnya proses beranjak ke peer-review yang dilakukan oleh reviewer
diluar CIFOR yang Ahli dibidangnya. Dan pendistribusian dokumen
tersebut dapat bersifat formal melalui forum ilmiah maupun informal melalui
internet. (Yuan Oktafian & Luluk Suhada; 2005). Proses kerja yang
sistematis dan efisien tersebut akan berimbas pada tingginya nilai keterbaruan (currently) informasi dokumen ilmiah.
Namun pemanfaatan pustaka kelabu sebagai rujukan
penelitian masih minim. Kendala pertama adalah persepsi peneliti yang menganggap
pustaka kelabu tidak melalui prosedur ilmiah. Walaupun kenyataanya bahwa
publikasi pustaka kelabu terbitan lembaga penelitian yang kredibel seperti CIFOR,
World Bank, FAO, Forest Trends, RECOFTC telah melalui proses
peer-review. Kendala kedua adalah keterbatasan akses terhadap
sumber-sumber penyedia pustaka kelabu. Sehingga menyulitkan peneliti untuk
mendapatkannya. Seyogyanya, pemanfaatan pustaka kelabu di Indonesia harus lebih
didorong. Karena hasil penelitian Gibbs (1995) dalam Sulistyo Basuki (2004)
menyatakan bahwa Indonesia hanya menghasilkan tulisan ilmiah sebesar 0,012% di
antara negara-negara lain penghasil tulisan ilmiah. Diharapkan pemanfaatan pustaka
kelabu dapat mendorong produktivitas peneliti dalam menghasilkan karya ilmiah.
Definisi dan Ciri Pustaka Kelabu
Peneliti pada
umumnya tidak asing dengan istilah kertas kerja, prosiding maupun laporan
penelitian. Namun hanya sebagian kecil komunitas ilmiah di Indonesia yang
mengenal istilah pustaka kelabu. CP Auger (1989) dalam Adi Prasetyo (2009) mendefinisikan
pustaka kelabu sebagai “Bahan pustaka yang tidak tersedia
di deretan buku untuk dijual (non commercial printed material),
fisik luar (cover) pencetakan & penjilidan sederhana dibuat untuk
keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas, misalnya: Proseding, disertasi,
bibliografi, Laporan dan sebagainya”.
Dari
pengertian diatas, setidaknya kita memiliki gambaran bahwa pustaka kelabu
memiliki sifat ekslusif dan memiliki nilai informasi yang tinggi. Karena
publikasi ini ditujukan untuk melayani komunitas ilmiah dengan menyajikan data
yang komprehensif dan topik yang menarik. Ceruk pasar yang terbatas tersebut
membuat penerbit tidak tertarik untuk memproduksinya secara massal untuk tujuan
komersial. Hal substansial tersebut merupakan garis pembeda antara pustaka
kelabu dengan pustaka lainnya. Selain perbedaan tersebut, pustaka kelabu
memiliki beberapa ciri antara lain:
1. Merupakan terbitan dalam bentuk cetak maupun non cetak.
2. Diterbitkan oleh perhimpunan, lembaga, assosiasi dan badan korporasi
lainnya yang tidak memiliki kegiatan utama dalam bidang penerbitan.
3. Semua dokumen itu tidak dapat diperoleh melalui saluran terbuka (melalui
toko buku).
4. Bahan pustaka hasil seminar, temu ilmiah dan sejenisnya yang tidak dapat
dicari melalui perdangangn umum.
5.
Literature
yang diterbitkan dalam jumlah terbatas dan tidak disebarluaskan kepada umum
seperti yang berlaku pada bahan pustaka lain sehingga untuk memperolehnya perlu
dilakukan upaya tertentu dan pendekatan kepada lembaga yang menerbitkannya.
(KepMenristek dalam Adi Prasetyo (2009))
Pemanfaatkan Pustaka Kelabu
Dalam
pemanfaatan pustaka kelabu, kita perlu mengidentifikasi jenis dan sumber
informasi yang dibutuhkan serta metode penelusurannya. Sehingga pemanfaatannya bisa
optimal. Berdasarkan jenisnya, pustaka kelabu memiliki 2 (dua) bentuk, yakni :
tercetak dan non cetak. Bentuk tercetak berupa kertas kerja, proseding,
kumpulan rapat kerja. Pustaka kelabu tersebut merupakan hasil dari berbagai
forum ilmiah. Kita dapat menelusur informasinya secara manual menggunakan
bibliografi yang diterbitkan lembaga penelitian/assosiasi ilmiah/pusat
informasi penelitian. Sedangkan bentuk non cetaknya dapat berupa database hasil
penelitian. Salah satunya adalah: CD-ROM
AGRIS yang berisi bibliografi hasil penelitian negara anggota FAO. Kebanyakan
jenis publikasi dalam bibliografi tersebut berbentuk pustaka kelabu. Pembentukan
AGRIS bertujuan memfasilitasi pertukaran informasi bidang pertanian antar
negara anggotanya. Database bibliografi ini menyimpan potensi informasi yang
besar. Karena memuat publikasi ilmiah dari 116 negara dan 31 pusat
internasional/pemerintahan anggota PBB yang ikut ambil bagian dan mengajukan
sekitar 14.000 item tiap bulannya. “ekakusmayadi.wordpress.com/learning/kiat
penelusuran/ diunduh tanggal 4 Mei 2010”. Selain itu pustaka kelabu non cetak
dapat diketemukan melalui internet. Salah
satunya adalah GreyLIT Network (www.osti.gov/graylit) yang
merupakan portal terhadap 100.000 dokumen Federal. Di Eropa terdapat EAGLE
(European Association for Grey literature
in Europe, http://www.kb.nl/infolev/eagle/frames.htm) yang merupakan suatu kerjasama untuk mengindentifikasi grey literature dan saat ini sudah
berhasil mengidentifikasi lebih dari 550.000 dokumen. (Yuan Oktafian & Luluk Suhada; 2005).
Pada
proses penelusuran informasi khususnya pustaka kelabu, Kita seringkali mengalami
kendala tentang dimana sumber informasi berada dan bagaimana cara menelusurnya.
Indeks dapat kita gunakan untuk menelusur informasi secara manual. Indeks
ditetapkan berdasarkan unsur kata kunci dari informasi akan kita telusur.
Cakupan informasi pada indeks meliputi : keterangan
lokasi tentang nama pengarang, judul karangan dan judul majalah, tahun, nomor
serta halaman dimana karangan tersebut berada. (Rattah: 2008). Sedangkan
penelusuran otomasi secara Off-line kita akan dibantu dengan alat penelusuran
seperti CDS/ISIS. Penggunaanya pun relatif mudah karena software tersebut dilengkapi
fasilitas penelusuran berbasis Boolean. Pada penelusuran secara online, kita
dapat menggunakan 3 (tiga) Metode yakni: Browsing, Uniform Resources Locator
(URL) dan menggunakan mesin pencari. Adapun perbedaan dan teknis kerja dari
ketiga metode tersebut menurut Burhan (2003) adalah :
a. Browsing merupakan metode untuk menjelajahi berbagai web dalam internet.
Namun cara ini kurang efektif dan efisien. Karena kita menelusur informasi
secara bebas tanpa ada pedoman. Dapat diibaratkan kita pergi kesuatu tempat
tanpa mengetahui lokasi tempat tersebut berada. Maka hasil penelusurannya pun
tidak optimal dan memboroskan waktu.
b. Uniform Resources Locator merupakan tata cara baku dalam menuliskan alamat
lokasi tujuan atau sumberdaya dalam internet, seperti newsgroup atau sebuah
file. Metode ini efektif menelusur informasi jika kita telah mengetahui alamat
world wide web (www) yang menyimpan informasi dimaksud. Lokasi dimaksud dapat
diakses dengan mengetikkan alamat dengan format www.alamat
situs.nama domain (com, gov, ac.id, org) pada browser.
c. Search Engine merupakan Tehnik pencarian informasi diinternet dengan
memakai perangkat lunak yang secara otomatis akan menelusuri semua isi web.
Perangkat lunak ini kemudian akan membangun daftar atau indeks dari seluruh
halaman informasi yang tersedia dalam internet. Tujuannya adalah mempermudah
pengguna dalam melakukan pencarian informasi diinternet. Jenis software yang
biasa digunakan sebagai search engine adalah Yahoo, alvista, google.
Pola Sitiran Pada Pustaka
Kelabu.
Pada dasarnya
karya ilmiah tidak berdiri sendiri. Namun karya tersebut mengacu pada karya
ilmiah yang sebelumnya telah ada. Demikian halnya apabila kita mengacu sebuah
karya ilmiah yang merupakan jenis pustaka kelabu. Maka sumber tersebut wajib
dicantumkan sesuai kaidah dan etika keilmuan. Dan pustaka kelabu sebagai daftar
pustaka memiliki beberapa pola. Adapun
pola sitirannya tersebut dalam Budilaksono (2009) sebagai berikut :
1. Susunan sitiran pada prosiding secara berturut-turut terdiri : Nama
Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, Didalam: Nama editor, Judul
Publikasi/nama pertemuan ilmiah atau keduanya, tempat pertemuan, tanggal
penemuan, nama penerbit, tempat terbit, halaman terbit.
Contoh : Wery, L.M.I
Sudirman & A.W. Gunawan. 1994. Pertumbuhan dan Perkembangan Schizopyllum
Commune In Vitro Dan In Vivvo. Dalam: Peranan Mikrobiologi Dalam Industri
Pangan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan, Bogor, 20 Agustus 1994. Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia Cabang Bogor. Bogor. Hlm 170-171
2. Pola sitiran pada Disertasi/Thesis/Skripsi
secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel,
Jenjang Program pendidikan yang sedang ditempuh, Instiusi pendidikan, tempat
terbit. Keterangan publikasi.
Contoh : Nugroho, B.
2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil Menegah Industri Pemanenan Hutan
Untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Disertasi Doktor. Program
Pasca Sarjana, IPB. Bogor.(tidak diterbitkan).
3. Pola sitiran pada internet secara
berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul Artikel, sumber
artikel. Tanggal Akses
Contoh : Nitra. 2002. Sebelum
Radikal Bebas Membunuh, Mencegah Kanker Dengan Daun Cereme. Website :http://www.minggupagi.com/article.Diakses
tanggal 5 Maret 2003.
4. Pola sitiran pada CD-ROM edisi
tunggal secara berturut-turut terdiri : Nama Penulis, tahun terbit, Judul
Artikel, media penyimpanan . lembaga, tempat terbit
Contoh : Sheeby,D.
Eds. 1997. Robert Frost: Poems, Life, Legacy. CD RROM. Holt. New York
Penutup
Kemajuan teknologi
yang dinamis menyebabkan ledakan informasi sekaligus momentum bagi pemanfaatan
pustaka kelabu. Selama ini, potensi informasi pada pustaka kelabu belum dimanfaatkan
secara optimal. Kendalanya adalah aksesnya yang terbatas dan sifatnya ekslusif.
Namun peneliti dapat menggunakannya sebagai sumber informasi alternatif. Berbekal
pengetahuan yang memadai tentang jenis, sumber informasi, metode maka pemanfaatan
pustaka kelabu akan optimal.. Diharapkan hal tersebut akan bermuara pada meningkatnya
produktivitas peneliti dalam mengeluarkan publikasi ilmiah. Sekian.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Prasetyo. 2009. Pemanfaatan Grey Literature di Perpustakaan. Buletin
Perpustakaan Unair Vol, III No.2. Surabaya, Unair Press.
Budilaksono.
editor. 2009. Pedoman Penyajian Karya Tulis Ilmiah Lingkupp Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kehutanan Edisi 2. Jakarta. Departemen Kehutanan.
Burhan. 2003. Kamus
Dunia Komputer dan Internet. Suraaya. Arkola.
Ekakusmayadi. 2010.
Kiat Menelusur Informasi. Wordpress.com/learning/kiat penelusuran/. Diakses
tanggal 4 Mei 2010
Rattahpinusa. 2008.
Makalah: Metode Penelusuran Informasi. Kupang. BPKK. Tidak dipublikasikan.
Sulistyo-Basuki.
Pengantar Dokumentasi. Bandung. Rekayasa Sains, 2004
Yuan
Oktafian & Luluk Suhada. 2005. Layanan
Grey literature di Perpustakaan
CIFOR. Pada seminar Pemanfaatan E-book dan E- journal untuk Penelitian, Bogor,
26 Juni 2006. Perpustakaan Ardi Koesoema. Bogor, Hlm. 2 & 5
0 comments:
Post a Comment