Ramadhan 1441 H akan kembali menyapa umat Islam. Berbagai aktivitas keagamaan tengah giat-giatnya dilaksanakan pada bulan
Ramadhon. Setiap hari selama Ramadhan diisi umat Islam dengan berpuasa di siang
hari, berinfak dan bersedekah dilanjutkan sholat tarawih dan tahajud dimalam
hari. Hal tersebut dilakukan umat Islam guna mencari ridho Allah swt. Kondisi
khusyuk menjalankan ibadah puasa akan sulit tercipta jika tidak ditunjang
situasi yang kondusif. Maka pemerintah kota beserta masyarakat Kupang yang
memiliki toleransi keagamaan yang tinggi saling bahu membahu menciptakan
ketenangan di bulan Ramadhan ini.
Ramadhan berasal dari bahasa arab yang berarti bulan yang panas. Dan secara filosofis, Ramadhan di
maknai sebagai bulan membakar dosa-dosa dengan melakukan tobat dan melakukan
amal kebajikan. Selain itu, Ramadhan memiliki keistimewaan sebagai bulan penuh
maghfiroh (ampunan) dan barokah (Allah swt melipatgandakan setiap amalan
hambanya). Maka setiap muslimin dan muslimat giat beribadah guna memanfaatkan
momen tersebut. Pada tahun ke-2 Hijriah Allah swt menurunkan wahyu kepada Nabi
Muhammad saw untuk menjalankan puasa. Allah
swt berfirman : “Telah diwajibkan atas
(kamu) orang beriman untuk berpuasa. Sebagaimana orang-orang terdahulu agar
kamu sekalian bertaqwa” (QS. Al Baqoroh: 183). Sehingga setiap bulan
Ramadhon umat islam diwajibkan berpuasa.
Puasa merupakan ibadah yang istimewa karena memiliki dua aspek hubungan
yang saling memiliki keterkaitan yakni :
a.
Habbluminallah yakni:
hubungan vertikal antara Allah swt dan hambanya. Puasa sebagai sarana latihan
pengendalian hawa nafsu dengan cara menahan lapar dan haus dari terbitnya fajar
sampai tenggelamnya matahari, menghindari perbuatan mengurangi amalan puasa
(marah, iri, dengki, berbohong, adu domba). Kenapa hawa nafsu mesti
dikendalikan ? Hal tersebut terkait dengan fitrah manusia sebagai mahluk yang
memiliki akal (aqli) dan perasaan (nasf). Keduanya merupakan representasi
kebaikan dan keburukan yang saling bertolak belakang. Seorang manusia yang
dikuasai nafsu akan lebih ‘buas’ dari seorang binatang. Semisal : seorang ibu
yang rela membunuh darah dagingnya karena dia malu memiliki anak dari hubungan
haram. Padahal hubungan pra-nikah terjadi akibat seorang lelaki dan perempuan
yang sama-sama tidak bisa menahan ‘gejolak birahinya’. Dan sebuas-buasnya
hewan, dia tidak akan membunuh anaknya. Dan puasa merupakan sarana melemahkan
hawa nafsu dan mempertinggi derajat akal. Selain itu, puasa merupakan ibadah
istimewa karena pada prakteknya kita tidak dapat membedakan antara orang yang
berpuasa dan ‘yang mengaku puasa’. Karena tidak ada ciri yang mencolok diantara
keduanya. Namun hanya Allah swt yang Maha melihat dan mendengar mampu
membedakannya membedakan. Dari sini, kita dapat menangkap hikmah puasa yakni:
kejujuran yang menyuburkan sikap Ikhsan (merasa diawasi Allah swt setiap saat
dan waktu tanpa kita melihat keberadaan-Nya). Karena keistimewaanya itulah maka
Rasulullah bersabda dalam hadits Qudsi Allah Berfirman : “Semua Amalan Anak
Adam Miliknya Kecuali Puasa Ia Adalah MilikKu Dan Akulah Yang Akan Memberikan
Pahala Terhadap Puasa Tersebut” (HR Bukhari Muslim).
b. Habbluminanash yakni: hubungan horisontal antar sesama manusia. Puasa
memiliki nilai filsafat yang tinggi jika kita mau berpikir. Salah satu
hikmahnya adalah menyuburkan empati dan simpati terhadap sesama dalam lubuk
hati yang terdalam. Dalam keadaan lapar dan dahaga maka kita akan dengan mudah
merasakan penderitaan saudara kita yang tidak mampu. Hal tersebut terlepas dari
strata sosial kita sebagai pejabat, tokoh masyarakat, pegawai, pedagang.
Mungkin selama ini, kondisi ekonomi kita dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan
dan papan. Namun bagaimana dengan kondisi saudara kita yang hidup dibawah garis
kemiskinan ? Belum tentu mereka bisa makan 2 kali sehari. Kondisi tersebut
diperparah dengan laju inflasi yang sempat meningkat dan menyebabkan
melambungnya harga bahan pokok serta menurunkan daya beli. Dengan merasakan kondisi yang dialami orang miskin
maka hal tersebut akan menumbuhkan empati kita terhadap kaum elit (penulis:
ekonomi sulit).
Selain itu, setiap muslimin dianjurkan memperbanyak infak dan sedekah
selama menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. Potensi tersebut jika
dikelola dengan baik akan menjadi alternatif sarana pemberdayaan ekonomi. Perlu
inisiasi pendirian lembaga Baitul Maal Tanwil atau semacam lembaga pembiayaan
syariah yang mengelola dana umat dan menyalurkannya kepada fakir miskin.
Bantuan tersebut dapat berupa hibah modal usaha ataupun pinjaman bersistem bagi
hasil. Sehingga kaum fakir memiliki alat produksi guna memenuhi kebutuhannya.
Ibaratnya kita memberikan kail kepada mereka. Setidaknya kesenjangan ekonomi
dapat mulai dikurangi.
Apabila ibadah puasa senantiasa ditingkatkan kualitasnya, dipahami
esensinya dan dipraktekkan oleh segenap umat Islam maka bukan tidak mungkin
akan terwujud kesalehan sosial. Konsep kesalehan sosial merupakan kondisi
lingkungan yang tercipta pada saat setiap orang baik secara individu dan
berkelompok saling berlomba-lomba berbuat kebajikan dan mereduksi keburukan/kejahatan.
Kondisi ideal tersebut akan tercipta dengan 2 (dua) prasyarat, yakni: Kesiapan
individu dan dukungan lingkungan.
Puasa pada bulan romadhon menjadi titik awal dari penciptaan dua kondisi
tersebut. Karena puasa melatih setiap individu untuk senantiasa mengendalikan
diri dengan tujuan mencapai kondisi psikologi yang stabil. Mereka yang mampu
menahan hawa nafsu akan senantiasa memakai pikiran yang jernih dalam mengambil
suatu tindakan. Kondisi emosi yang stabil merupakan kunci dalam meredam
terjadinya konflik. Emosi yang terkontrol akan mencegah setiap perbuatan
anarkis. Jika individu-individu tersebut melemburkan diri dalam kehidupan
bermasyarakat maka budaya kekerasan yang ada selama ini dapat dikikis. Karena
setiap individu dalam masyarakat tersebut dapat mengendalikan diri dan selalu
mengedepankan rasionalitas dalam menghadapi suatu permasalahan.
Romadhon menciptakan situasi yang kondusif bagi umat Islam yang menjalankan
puasa. Mengingat segenap elemen masyarakat yang berasal dari beragam suku dan keyakinan
senantiasa mengedepankan toleransi diatas perbedaan. Kondisi kondusif tersebut
tergambar dari berkurangnya jam operasional tempat hiburan malam, dibatasinya
tayangan yang berpotensi pornoaksi dan diberikan kesempatan umat Islam untuk
berpuasa, shalat tarwih berjamaah dan pengajian ilmu keIslaman. Situasi yang
damai, toleransi dan saling menghormati antar sesama manusia merupakan kondisi
ideal dalam melaksanakan ibadah. Jika kondisi tersebut dapat dipertahankan
secara konsisten tanpa terbatas ruang dan waktu. Maka kesalehan sosial yang
diimpikan akan semakin mendekat menjadi sebuah kenyataan. Amin.
0 comments:
Post a Comment