Monday, 30 March 2020

Mewujudkan Kesalehan Sosial Melalui Puasa


Ramadhan 1441 H akan kembali menyapa umat Islam. Berbagai aktivitas keagamaan tengah giat-giatnya dilaksanakan pada bulan Ramadhon. Setiap hari selama Ramadhan diisi umat Islam dengan berpuasa di siang hari, berinfak dan bersedekah dilanjutkan sholat tarawih dan tahajud dimalam hari. Hal tersebut dilakukan umat Islam guna mencari ridho Allah swt. Kondisi khusyuk menjalankan ibadah puasa akan sulit tercipta jika tidak ditunjang situasi yang kondusif. Maka pemerintah kota beserta masyarakat Kupang yang memiliki toleransi keagamaan yang tinggi saling bahu membahu menciptakan ketenangan di bulan Ramadhan ini.
Ramadhan berasal dari bahasa arab yang berarti bulan  yang panas. Dan secara filosofis, Ramadhan di maknai sebagai bulan membakar dosa-dosa dengan melakukan tobat dan melakukan amal kebajikan. Selain itu, Ramadhan memiliki keistimewaan sebagai bulan penuh maghfiroh (ampunan) dan barokah (Allah swt melipatgandakan setiap amalan hambanya). Maka setiap muslimin dan muslimat giat beribadah guna memanfaatkan momen tersebut. Pada tahun ke-2 Hijriah Allah swt menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw untuk menjalankan puasa.  Allah swt berfirman : “Telah diwajibkan atas (kamu) orang beriman untuk berpuasa. Sebagaimana orang-orang terdahulu agar kamu sekalian bertaqwa” (QS. Al Baqoroh: 183). Sehingga setiap bulan Ramadhon umat islam diwajibkan berpuasa.
Puasa merupakan ibadah yang istimewa karena memiliki dua aspek hubungan yang saling memiliki keterkaitan yakni :
a.   Habbluminallah yakni: hubungan vertikal antara Allah swt dan hambanya. Puasa sebagai sarana latihan pengendalian hawa nafsu dengan cara menahan lapar dan haus dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari, menghindari perbuatan mengurangi amalan puasa (marah, iri, dengki, berbohong, adu domba). Kenapa hawa nafsu mesti dikendalikan ? Hal tersebut terkait dengan fitrah manusia sebagai mahluk yang memiliki akal (aqli) dan perasaan (nasf). Keduanya merupakan representasi kebaikan dan keburukan yang saling bertolak belakang. Seorang manusia yang dikuasai nafsu akan lebih ‘buas’ dari seorang binatang. Semisal : seorang ibu yang rela membunuh darah dagingnya karena dia malu memiliki anak dari hubungan haram. Padahal hubungan pra-nikah terjadi akibat seorang lelaki dan perempuan yang sama-sama tidak bisa menahan ‘gejolak birahinya’. Dan sebuas-buasnya hewan, dia tidak akan membunuh anaknya. Dan puasa merupakan sarana melemahkan hawa nafsu dan mempertinggi derajat akal. Selain itu, puasa merupakan ibadah istimewa karena pada prakteknya kita tidak dapat membedakan antara orang yang berpuasa dan ‘yang mengaku puasa’. Karena tidak ada ciri yang mencolok diantara keduanya. Namun hanya Allah swt yang Maha melihat dan mendengar mampu membedakannya membedakan. Dari sini, kita dapat menangkap hikmah puasa yakni: kejujuran yang menyuburkan sikap Ikhsan (merasa diawasi Allah swt setiap saat dan waktu tanpa kita melihat keberadaan-Nya). Karena keistimewaanya itulah maka Rasulullah bersabda dalam hadits Qudsi Allah Berfirman : “Semua Amalan Anak Adam Miliknya Kecuali Puasa Ia Adalah MilikKu Dan Akulah Yang Akan Memberikan Pahala Terhadap Puasa Tersebut” (HR Bukhari Muslim).
b.  Habbluminanash yakni: hubungan horisontal antar sesama manusia. Puasa memiliki nilai filsafat yang tinggi jika kita mau berpikir. Salah satu hikmahnya adalah menyuburkan empati dan simpati terhadap sesama dalam lubuk hati yang terdalam. Dalam keadaan lapar dan dahaga maka kita akan dengan mudah merasakan penderitaan saudara kita yang tidak mampu. Hal tersebut terlepas dari strata sosial kita sebagai pejabat, tokoh masyarakat, pegawai, pedagang. Mungkin selama ini, kondisi ekonomi kita dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Namun bagaimana dengan kondisi saudara kita yang hidup dibawah garis kemiskinan ? Belum tentu mereka bisa makan 2 kali sehari. Kondisi tersebut diperparah dengan laju inflasi yang sempat meningkat dan menyebabkan melambungnya harga bahan pokok serta menurunkan daya beli. Dengan  merasakan kondisi yang dialami orang miskin maka hal tersebut akan menumbuhkan empati kita terhadap kaum elit (penulis: ekonomi sulit).
Selain itu, setiap muslimin dianjurkan memperbanyak infak dan sedekah selama menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. Potensi tersebut jika dikelola dengan baik akan menjadi alternatif sarana pemberdayaan ekonomi. Perlu inisiasi pendirian lembaga Baitul Maal Tanwil atau semacam lembaga pembiayaan syariah yang mengelola dana umat dan menyalurkannya kepada fakir miskin. Bantuan tersebut dapat berupa hibah modal usaha ataupun pinjaman bersistem bagi hasil. Sehingga kaum fakir memiliki alat produksi guna memenuhi kebutuhannya. Ibaratnya kita memberikan kail kepada mereka. Setidaknya kesenjangan ekonomi dapat mulai dikurangi.
Apabila ibadah puasa senantiasa ditingkatkan kualitasnya, dipahami esensinya dan dipraktekkan oleh segenap umat Islam maka bukan tidak mungkin akan terwujud kesalehan sosial. Konsep kesalehan sosial merupakan kondisi lingkungan yang tercipta pada saat setiap orang baik secara individu dan berkelompok saling berlomba-lomba berbuat kebajikan dan mereduksi keburukan/kejahatan. Kondisi ideal tersebut akan tercipta dengan 2 (dua) prasyarat, yakni: Kesiapan individu dan dukungan lingkungan.
Puasa pada bulan romadhon menjadi titik awal dari penciptaan dua kondisi tersebut. Karena puasa melatih setiap individu untuk senantiasa mengendalikan diri dengan tujuan mencapai kondisi psikologi yang stabil. Mereka yang mampu menahan hawa nafsu akan senantiasa memakai pikiran yang jernih dalam mengambil suatu tindakan. Kondisi emosi yang stabil merupakan kunci dalam meredam terjadinya konflik. Emosi yang terkontrol akan mencegah setiap perbuatan anarkis. Jika individu-individu tersebut melemburkan diri dalam kehidupan bermasyarakat maka budaya kekerasan yang ada selama ini dapat dikikis. Karena setiap individu dalam masyarakat tersebut dapat mengendalikan diri dan selalu mengedepankan rasionalitas dalam menghadapi suatu permasalahan.
Romadhon menciptakan situasi yang kondusif bagi umat Islam yang menjalankan puasa. Mengingat segenap elemen masyarakat yang berasal dari beragam suku dan keyakinan senantiasa mengedepankan toleransi diatas perbedaan. Kondisi kondusif tersebut tergambar dari berkurangnya jam operasional tempat hiburan malam, dibatasinya tayangan yang berpotensi pornoaksi dan diberikan kesempatan umat Islam untuk berpuasa, shalat tarwih berjamaah dan pengajian ilmu keIslaman. Situasi yang damai, toleransi dan saling menghormati antar sesama manusia merupakan kondisi ideal dalam melaksanakan ibadah. Jika kondisi tersebut dapat dipertahankan secara konsisten tanpa terbatas ruang dan waktu. Maka kesalehan sosial yang diimpikan akan semakin mendekat menjadi sebuah kenyataan. Amin.





0 comments: