Perkembangan teknologi informasi berubah secara pesat dalam kurun lima
dasawarsa terakhir. Teknologi Pra-web dikembangkan sebagai alternatif metode berkomunikasi pada
tahun 1960 dan teknologi tersebut terus dikembangkan menjadi teknologi web 1.0. Namun website 1.0 tersebut kurang populer bagi netizen karena fitur-fiturnya tidak interaktif. Pada era
90-an, konsep pengembangan website mempertimbangkan aspek interaktivitas sehingga teknologi web 2.0 mendorong para netizen
berperan aktif dalam berbagai proyek kolaboratif. Selanjutnya, teknologi web 2.0 terus berkembang dan teknologi website saat ini mencapai versi 3.0 atau lebih dikenal dengan istilah semantik web (Miller 2014,
hal.388).
Teknologi
semantik web mengadopsi model hubungan antar entitas, yakni: semantik mampu menghubungkan berbagai entitas datum yang saling
memiliki keterkaitan. Ilustrasinya sebagai berikut:
sebuah perpustakaan membagikan informasi dalam format text/gambar/video melalui
website berbasis semantik. Selanjutnya, netizen atau pemustaka yang berafiliasi
ke perpustakaan tersebut dapat menambahkan metadata berupa tag pada yang
diunggah oleh perpustakaan tersebut. Mesin pencari (search engine) berbasis semantik akan
mendeteksi dan mencocokkan tag tersebut dengan kata kunci pencarian sehingga tingkat keakurasian selama
proses temu balik informasi berbasis semantik akan meningkat.
Meskipun teknologi semantik
web memberikan berbagai manfaat
bagi
perpustakaan dan para netizen. Namun
terdapat aspek teknis berpotensi menghambat penggunaan teknologi semantik
web pada layanan perpustakaan. Makalai ini bertujuan membahas keunggulan semantik web dan tantangannya. Makalah ini turut merekomendasikan solusi bagi tantangan tersebut.
Keunggulan
Teknologi Semantik Web
Model hubungan antar entitas pada semantik web meningkatkan keakurasian proses temu balik informasi. Hart, Hogan, Umbrich dan Decker (2008, hal.
2) menyatakan bahwa model dokumen sentris
(document-centric)
pada
web tradisional hanya mampu mencocokkan antara frasa yang identik pada
sebuah dokumen
dengan kata kunci pada mesin pencarian. Sebaliknya, model hubungan
entitas (entity-centric) pada semantik
web memiliki interkonekvitas dengan berbagai entitas varian informasi, seperti: orang, tempat dan
berita. Model tersebut tidak hanya mencocokkan frasa pencarian yang
identik dalam sebuah dokumen tetapi mengalisis keterkaitan hubungan antara
frasa tersebut
dengan informasi lain yang terkait. Proses temu-balik
informasi berbasis semantik akan menghasilkan informasi yang akurat dan
efektif. Semakin jelas bahwa model hubungan entitas merupakan basis pencarian informasi secara cerdas karena model tersebut
menganalisis informasi yang relevan dengan kata kunci pencarian.
Peningkatan aspek keamanan merupakan kelebihan lain dari semantik
web. Menurut Berners-Lee, Hendler dan Lassila (2001, hal. 31), semantik web menyediakan
fitur tanda tangan digital (digital signature) dalam perangkat lunak agen. Fitur ini akan
mengenkripsi blok data yang tidak dilengkapi dengan sumber yang terpercaya
tertentu. Fitur ini akan memungkinkan pengguna untuk memverifikasi data sebelum
mereka mengakses informasi dari isi web lain. Hasilnya, fitur keamanan pada semantik
web akan melindungi netizen dari
situs-situs yang tidak dipercaya.
Tantangan Penggunaan Teknologi Semantik Web.
Pemanfataan semantik web akan menghadapi beberapa tantangan.
Menurut Benjamin, Contreras, Chorcho dan Gomez-Perez (2002, hal 5-10),
tantangan semantik web akan mencakup
berbagai bidang, seperti: ketersediaan konten web semantik, pengembangan
ontologi, skalabilitas, multilinguality, visualisasi dan stabilitas bahasa web
semantik. Tantangan-tantangan tersebut akan menghambat penggunaan
semantik web.
Namun salah satu isu yang menonjol adalah interoperabilitas metadata
pada semantik web. Prosedur kerja teknologi semantik
melibatkan dua elemen penting, yakni: struktur onkologi dan bahasa program eXtensive Markup
Language (XML). Struktur ontologi berfungsi sebagai alat pemandu bagi mesin pencari untuk mengambil informasi secara akurat dan XML merupakan alat pengunduh metadata. Walaupun XML mampu bekerja
pada multiplatform dan mampu menggambarkan objek menggunakan tag. Namun kelemahan
XML adalah ketidakmampuan untuk menemukan hubungan antara entitas. RDF Schema
mengatasi kelemahan ini dengan menggunakan bahasa ontologi (Bygstad, Ghinea,
& Klæboe 2009, hal 974-975). Meskipun semantik web memiliki
kemampuan untuk terhubung data dengan menggunakan skrip bahasa XML, metadata pada
semantik web memiliki format yang bervariasi. Selain itu, model eksklusif menciptakan kesulitan
untuk bertukar data. Akibatnya, model yang eksklusif akan menghambat proses
interoperabilitas pada semantik web (Stan dan Maret 2012, hal.6),
Solusi bagi Interoperabilitas Semantic Web
Tantangan
interoperabilitas dapat diselesaikan dengan memperluas metadata namespace Resource Description Framework (RDF). Metadata
dapat ditambahkan ke dalam HTML 5, XHTML dan isi XML dengan menggunakan atribut
RDF sehingga RDF dapat menghubungkan berbagai jenis metadata (Miller
2014, hal.298)..
SIMPULAN
Salah satu perubahan signifikan pada teknologi website adalah perubahan
platform website yang bersifat HTML statis ke HTML dinamis. Perubahan platform tersebut meningkatkan keakuratan hasil pencarian informasi karena
website semantik menggunakan model hubungan entitas dengan bahasa program XML. Keunggulan model adalah peningkatan keakurasian pencarian informasi dan
peningkatan keamanan data. Walaupun semantik web memiliki beberapa keunggulan, tetapi teknologi
tersebut menghadapi tantantangan berupa interoperabilitas. Adapun solusi interoperabilitas adalah memperluas ruang nama metadata pada
RDF dan RDF akan menghubungkan berbagai
format metadata sehingga teknologi semantik dapat bertukar data lintas
platform.
DAFTAR PUSTAKA
Benjamins, R. and Contreras, Jesús and Corcho,
Oscar and Gómez-Pérez, A 2002,”The six
challenges of the Semantik Web”. In Horrocks & Hendler (ed.), Refered proceedings of the First
International Semantik Web Conference, ISWC2002, Springer Verlag, pp. 1-15.
Berners-Lee, T, Hendler, J and
Lassila, O 2001,"The semantik web." Scientific American Magazine. vol. 284 no. 5 pp.28-37.
Bygstad, B, Ghinea, G
& Klæboe, G 2009, “'Organisational challenges of the semantik web in
digital libraries: a Norwegian case study”', Online Information
Review, vol. 33, no. 5, pp. 973-985.
Harth, A, Hogan, A,
Umbrich, J, Decker, S & Ireland, SF 2008,”Building a Semantik Web Search Engine: Challenges
and Solutions”,
Refered proceedings of the 3rd XTech Conference, Science Foundation Ireland, pp.
1-14.
Miller, JB. 2014,”Chapter 12 XML
Primer”. In the Library and Information Science Text Series: Internet
Technologies and information services 2nd. Santa Barbara, Libraries
Unlimited.
Miller, JB. 2014,”Chapter 16
Libraries and the internet: Learning from the past, exploring the future”. In
the Library and Information Science Text Series: Internet Technologies and
information services 2nd. Santa Barbara, Libraries Unlimited.
Stan, J and Maret, P
2012,”Semantik metadata management in
web 2.0”. In Akerkar, Dumitru
& Burdescu (ed.), Refered
proceeding of International Conference on Web Intelligence,
Mining and Semantiks (WIMS), June
2012, Romania. Association for Computing Machinery, pp.1-6.
0 comments:
Post a Comment