[BLI] _Di era disrupsi informasi seperti saat ini, cerdas berliterasi
adalah hal yang penting dilakukan. Menyikapi hal tersebut, Sekretariat
Badan Litbang dan Inovasi (BLI/FORDA) Kementerian LHK mengangkatnya
menjadi tema diskusi FORDA Talks yang dilaksanakan virtual, Kamis
(4/6/2020). Menghadirkan salah satu pustakawannya sebagai narasumber,
BLI mengajak para peserta mengenal ragam sumber informasi ilmiah Open Access, berbagi strategi penelusuran informasi ilmiah, dan memaparkan bagaimana mengevaluasi informasi ilmiah.
“Melihat perkembangan teknologi dan munculnya tatanan baru masyarakat informasi, dan fenomena disrupsi dalam dunia nyata, literasi merupakan cara beradaptasi di tengah disrupsi digital,” ujar Rattahpinnusa H Handisa, M.IM, sang narasumber memulai paparannya.
Rattah menyebutkan, literasi informasi yaitu kemampuan dan keterampilan dalam memilah, mengorganisasikan dan mendayagunakan informasi pada suatu subjek tertentu secara berkesinambungan guna meningkatkan kualitas hidup ini, merupakan salah satu dari tujuh kompetensi literasi digital.
“Dengan disrupsi ini, kita dihadapkan pada banyak pilihan. Tanpa ada keterampilan dalam mengidentifikasi informasi, kita tidak akan mampu memilah dan memilih informasi yang sesuai kebutuhan kita,” ujar Rattah.
Kepada 94 orang peserta dari berbagai kalangan, baik internal maupun eksternal BLI, Rattah juga berbagi daftar sumber informasi berbasis Open Access yang bersifat temporer selama masa pandemi Covid-19, maupun yang bersifat permanen, kemudian mengeksplorasi beberapa diantaranya.
“Setiap sumber informasi elektronik memiliki karakteristik yang khusus sesuai dengan peruntukannya. Pemanfaatan sumber informasi ilmiah berbasis Open Access menjadi solusi atau cara cerdik untuk mengantisipasi keterbatasan mengakses informasi secara konvensional,” ujar Rattah.
Tentang strategi penelusuran informasi ilmiah, Rattah mengadaptasi Ellis Model. Alur penelusuran informasi dimulai dari inisiasi, seleksi, pencarian, verifikasi, dan keputusan. Menurutnya, inisiasi dapat menggunakan Google Trend guna mencari tahu atau mengikuti informasi terkini dari berbagai topik, khususnya lingkungan. Untuk seleksi, kata kunci dan Boolean Formula (and, or, without) sebagai alat seleksi awal. “Penerapan strategi penelusuran informasi akan menghasilkan proses temu balik yang akurat dan efisien waktu,” ujar Rattah.
Untuk mengevaluasi informasi ilmiah, Rattah merekomendasikan CRAP Test: Currency; Reliability, Relevance; Authority, Audience; dan Purpose, Point of View. Sementara untuk mengidentifikasi status peer-review, Rattah merekomendasikan Ulrichsweb. Peer review merupakan indikator bahwa suatu publikasi telah melalui proses penjaminan mutu terhadap kadar keilmiahannya.
10 Tips mengenali jurnal predator juga dibagikan pada kesempatan ini. Jurnal predator adalah model bisnis yang mengeksploitasi jurnal untuk meraup uang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas artikel yang dipublikasi. “Jurnal predator adalah jurnal yang menempatkan aspek ekonomi di atas aspek keilmuan. Pengguna perlu mewaspadai jurnal predator dengan cara mengenali ciri-cirinya,” ujar Rattah sebelum menutup paparannya.
Membuka sesi diskusi, Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Dr. Yayuk Siswiyanti menyampaikan harapannya tentang pentingnya kebebasan dalam mengakses berbagai referensi. “Yang disampaikan tadi adalah hasil dari pengalaman narasumber sebagai pustakawan. Adalah menjadi harapan kita bersama, ketika kita free mengakses referensi-referensi yang kita butuhkan. Sumber-sumber referensi yang disampaikan narasumber tadi semoga bisa bermanfaat bagi kita, meski tetap terbatas kelihatannya,” ujar Yayuk.
Terkait diskusi FORDA Talks, yang digagas ketika work from home (WFH) dan work from office (WFO) ini, Yayuk mengajak peserta bergabung setiap minggunya. Menurutnya, ada kemanfaatan besar dari kegiatan ini, bisa bekerja dimana saja, dengan jangkauan yang lebih luas.
“Kemarin kita sudah beberapa kali menyelenggarakan diskusi semacam ini. Yang banyak peminatnya terkait penulisan jurnal internasional, perminggu ada. Kalau ingin gabung silakan, dan silakan kunjungi website kita, website BLI KLHK, di agendakan di sana,” ajaknya.
Antusias mengikuti diskusi tersebut, berbagai pertanyaan pun dikemukakan peserta pada kesempatan ini. Sebagai informasi, selain pustakawan dan peneliti, masyarakat umum, dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, guru, serta instansi pemerintah lainnya yaitu LIPI, Pemda, Perpusnas juga mengikuti acara ini. Dari data yang terhimpun, bimbingan literasi, paket informasi, penelusuran informasi, dan referensi adalah layanan yang mereka harapkan dari acara ini.***(RH)
“Melihat perkembangan teknologi dan munculnya tatanan baru masyarakat informasi, dan fenomena disrupsi dalam dunia nyata, literasi merupakan cara beradaptasi di tengah disrupsi digital,” ujar Rattahpinnusa H Handisa, M.IM, sang narasumber memulai paparannya.
Rattah menyebutkan, literasi informasi yaitu kemampuan dan keterampilan dalam memilah, mengorganisasikan dan mendayagunakan informasi pada suatu subjek tertentu secara berkesinambungan guna meningkatkan kualitas hidup ini, merupakan salah satu dari tujuh kompetensi literasi digital.
“Dengan disrupsi ini, kita dihadapkan pada banyak pilihan. Tanpa ada keterampilan dalam mengidentifikasi informasi, kita tidak akan mampu memilah dan memilih informasi yang sesuai kebutuhan kita,” ujar Rattah.
Kepada 94 orang peserta dari berbagai kalangan, baik internal maupun eksternal BLI, Rattah juga berbagi daftar sumber informasi berbasis Open Access yang bersifat temporer selama masa pandemi Covid-19, maupun yang bersifat permanen, kemudian mengeksplorasi beberapa diantaranya.
“Setiap sumber informasi elektronik memiliki karakteristik yang khusus sesuai dengan peruntukannya. Pemanfaatan sumber informasi ilmiah berbasis Open Access menjadi solusi atau cara cerdik untuk mengantisipasi keterbatasan mengakses informasi secara konvensional,” ujar Rattah.
Tentang strategi penelusuran informasi ilmiah, Rattah mengadaptasi Ellis Model. Alur penelusuran informasi dimulai dari inisiasi, seleksi, pencarian, verifikasi, dan keputusan. Menurutnya, inisiasi dapat menggunakan Google Trend guna mencari tahu atau mengikuti informasi terkini dari berbagai topik, khususnya lingkungan. Untuk seleksi, kata kunci dan Boolean Formula (and, or, without) sebagai alat seleksi awal. “Penerapan strategi penelusuran informasi akan menghasilkan proses temu balik yang akurat dan efisien waktu,” ujar Rattah.
Untuk mengevaluasi informasi ilmiah, Rattah merekomendasikan CRAP Test: Currency; Reliability, Relevance; Authority, Audience; dan Purpose, Point of View. Sementara untuk mengidentifikasi status peer-review, Rattah merekomendasikan Ulrichsweb. Peer review merupakan indikator bahwa suatu publikasi telah melalui proses penjaminan mutu terhadap kadar keilmiahannya.
10 Tips mengenali jurnal predator juga dibagikan pada kesempatan ini. Jurnal predator adalah model bisnis yang mengeksploitasi jurnal untuk meraup uang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas artikel yang dipublikasi. “Jurnal predator adalah jurnal yang menempatkan aspek ekonomi di atas aspek keilmuan. Pengguna perlu mewaspadai jurnal predator dengan cara mengenali ciri-cirinya,” ujar Rattah sebelum menutup paparannya.
Membuka sesi diskusi, Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Dr. Yayuk Siswiyanti menyampaikan harapannya tentang pentingnya kebebasan dalam mengakses berbagai referensi. “Yang disampaikan tadi adalah hasil dari pengalaman narasumber sebagai pustakawan. Adalah menjadi harapan kita bersama, ketika kita free mengakses referensi-referensi yang kita butuhkan. Sumber-sumber referensi yang disampaikan narasumber tadi semoga bisa bermanfaat bagi kita, meski tetap terbatas kelihatannya,” ujar Yayuk.
Terkait diskusi FORDA Talks, yang digagas ketika work from home (WFH) dan work from office (WFO) ini, Yayuk mengajak peserta bergabung setiap minggunya. Menurutnya, ada kemanfaatan besar dari kegiatan ini, bisa bekerja dimana saja, dengan jangkauan yang lebih luas.
“Kemarin kita sudah beberapa kali menyelenggarakan diskusi semacam ini. Yang banyak peminatnya terkait penulisan jurnal internasional, perminggu ada. Kalau ingin gabung silakan, dan silakan kunjungi website kita, website BLI KLHK, di agendakan di sana,” ajaknya.
Antusias mengikuti diskusi tersebut, berbagai pertanyaan pun dikemukakan peserta pada kesempatan ini. Sebagai informasi, selain pustakawan dan peneliti, masyarakat umum, dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, guru, serta instansi pemerintah lainnya yaitu LIPI, Pemda, Perpusnas juga mengikuti acara ini. Dari data yang terhimpun, bimbingan literasi, paket informasi, penelusuran informasi, dan referensi adalah layanan yang mereka harapkan dari acara ini.***(RH)
0 comments:
Post a Comment