Tuesday, 19 January 2021

TIM PEN BLI-UGM RUMUSKAN STRATEGI ZONASI KAWASAN HUTAN GAMBUT KABUPATEN PULANG PISAU

 Pengembangan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui optimalisasi lahan tidur. Kawasan gambut merupakan lahan tidur yang prospektif dikembangkan. Namun pemanfaatan kawasan gambut perlu mempertimbangkan aspek keseimbangan biofisiknya disebabkan oleh keunikan karakteristik ekosistem gambut. Berpijak pada kondisi tersebut maka Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Pusat Studi Agroekologi dan Sumberdaya Lahan (PSASL), Universitas Gadjah Mada melakukan kajian tentang ‘Konektivitas Sistem Lindung dan Budidaya Untuk Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan’. Kajian tersebut bertujuan memformulasikan strategi zonasi kawasan guna mendukung konektivitas sistem lindung dan budidaya dalam ekosistem gambut tropika dan memberdayakan ekonomi masyarakat di blok C Kawasan Hutan Gambut (KHG) Kahayan Sebangau, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Pelaksanaan kajian dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

 Hasil kajian disampaikan oleh Dr. Wahyu Wardhana, S.Hut, M.Sc selaku ketua tim peneliti BLI-UGM pada seminar nasional Kegiatan Kajian Kubah Gambut Lingkup BLI tanggal 22 Desember 2020 secara daring. Selama pengumpulan data dilapangan, tim peneliti BLI-UGM berhasil memotret dan mengidentifikasi beberapa isu strategis. Pada aspek biofisik, telah terjadi degradasi ekosistem gambut dan konversi hutan gambut menjadi lahan lindung dan budidaya (komoditas). Sementara pada aspek sosial, telah terjadi pula resiliensi dan penguasaan sumberdaya wilayah oleh pihak lain yang berasal dari luar Kabupaten Pulang Pisau. Selanjutnya, isu strategis terkait biofisik dan sosial tersebut dianalisis guna memperoleh rumusan strategi sistem konektivitas lindung-budidaya kubah gambut melalui desain koridor penghubung; revitalitasi kelembagaan masyarakat dan  rehabilitasi perekonomian masyarakat.

Dalam akhir pemaparannya, Dr. Wahyu Wardana  beserta tim penelitiannya telah menyusun roadmap sistem konektivitas kawasan lindung dan kawasan budidaya yang membagi kawasan gambut kedalam 3 zonasi berdasarkan  kondisi biofisik kedalaman gambut. Kategori pertama adalah kawasan gambut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter. Kawasan gambut dalam memiliki luas 150.514, 07 hektar dan  ideal dijadikan kawasan lindung. Pada kawasan ini yang memiliki tutupan lahan rendah dan semak diperlukan rehabilitasi dengan jenis tanaman antara lain: meranti rawa (Shorea Balangeran) dan meranti kuning (Shoreaa Macrobalanos). Selain itu, kawasan lindung gambut ini perlu diperketat pembatasan wilayahnya bagi aktivitas masyarakat dan korporasi. Pengurukan kanal diperlukan sebagai metode pembasahan dan metode pencegahan perburuan ilegal pada kawasan lindung gambut ini. Penambahan dan pengkayaan jenis tanaman pencegah kebakaran diperlukan juga untuk mempertahankan kebasahan gambut serta pembangunan koridor yang menghubungkan berbagai kawasan lindung, penyangga dan budidaya yang akan difungsikan sebagai habitat tumbuhan dan satwa liar. Pada aspek sosialnya, diperlukan dukungan terhadap masyarakat adat dalam aktivitas budidaya, baik itu perikanan, walet dan madu yang berupa pelatihan, pendanaan, penanaman pangan dikawasan penyangga dan budidaya serta budidaya lahan tanpa bakar

 

Selanjutnya, zonasi kedua adalah kawasan gambut sedang dengan kedalaman gambut 1 sampai 3 meter. Kawasan ini memiliki luas 102.030,23 hektar dan ideal dijadikan kawasan penyangga. Pada aspek biofisiknya, teknologi tepat guna yang cocok digunakan adalah sistem palidukultur yang mengakomodir fungsi perlindungan dan pemanfaatan terbatas. Fungsi kawasan penyangga ini sebagai penghubung dan/atau pembatas antara kawasan lindung  dan kawasan budidaya yang secara fungsi dapat menjadi bagian dari kawasan lindung. Diperlukan revegetasi dengan jenis tanaman dengan fungsi pelestarian, seperti: meranti rawa (Shorea Balangeran), dan  meranti kuning (Shoreaa Macrobalanos). Pembuatan koridor hutan yang menghubungkan dengan kawasan lindung dan kawasan budidaya pada setiap sub Kawasan Hutan Gambut berfungsi ganda sebagai tempat habitat tumbuhan dan satwa liar dilindungi berstatus konservasi tinggi. Sedangkan pada aspek sosialnya, diperlukan  optimalisasi peran MPA (Masyarakat Peduli Api) dan MPT (Masyarakat Peduli Tabat) dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan serta pengelolaan tabat.

 

Zonasi ketiga adalah kawasan gambut dangkal dengan kedalaman gambut kurang dari 1 meter. Luasan kawasan ini mencapai 187.370,4  hektar dan ideal dijadikan kawasan budidaya. Teknologi pertanian tepat guna yang sesuai dengan kawasan ini adalah budidaya lestari menggunakan tehnik palidukultur. Diperlukan penanaman kembali tutupan lahan dengan jenis tanaman dengan fungsi pelestarian meranti rawa (Shorea Balangeran) dan meranti kuning (Shoreaa Macrobalanos). Selain itu, diperlukan pembangunan koridor yang menghubungkan berbagai kawasan lindung, penyangga dan budiaya yang berfungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa liar. (RAH)

0 comments: