Hutan
menyediakan segala kebutuhan manusia. Termasuk didalamnya, Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) seperti: madu, rotan, sumber mata air dan gaharu. Pesan tersebut
coba disampaikan Kemententerian Kehutanan melalui acara Gelar Teknologi yang
bertema: ”Iptek Kehutanan untuk Kesejahteraan Masyarakat”. Acara yang
berlangsung selama 2 (dua) hari tanggal 30 November sampai tanggal 1 Desember
2011 bertempat di aula Bupati Sumba Barat, Jalan Waigero. Kegiatan tersebut
terselenggara berkat kerjasama Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi
Kehutanan (Puskonser), Balai Penelitian Kehutanan Kupang (BPKK) dan Dinas
Kehutanan Kabupaten Sumba Barat. Dan salah satu rangkaian acara tersebut yang
berhasil menarik animo peserta adalah Praktek Lapang Inokulasi Gaharu.
Praktek
lapang tersebut berlangsung selama 1 (satu) hari (1/12/2011) bertempat di
kediaman Bapak Domingus HR Dima Km.3 Sobawai Kelurahan Diratema Kecamatan Loli
Sumba Barat. Sebanyak 125 peserta yang berasal dari unsur komisi B DPRD Kabupaten
Sumba Barat, muspika, penyuluh kehutanan, kepala desa, tokoh masyarakat dan
petani turut berpartisipasi pada kegiatan tersebut. Peserta terlihat antusias
menyimak penjelasan Ir. Erdy Santoso, MSc, pakar gaharu dari Puskonser, tentang
cara mengidentifikasi tanaman inang gaharu dan cara penularan jamur ke inang
gaharu. Menurut Ir. Erdy Santoso, salah ciri mengidentifikasi tanaman inang
gaharu dengan melihat tekstur daun. Apabila daun tanaman inang gaharu disobek
maka pada penampang daun tersebut akan terlihat serat daun. Ciri tersebut tidak
dimiliki oleh tanaman selain inang gaharu. Adapun jenis tanaman inang gaharu
yang banyak ditemui di Sumba Barat bernama latin Gyrinops. Dan jenis tanaman yang dijadikan praktek termasuk jenis Gyrinops. Kebanyakan peserta terlihat
tersadar bahwa selama ini banyak tanaman inang gaharu yang berada
disekelilingnya. Namun selama ini mereka tidak menyadari keberadaannya.
Selanjutnya
pakar gaharu tersebut menjelaskan bagaimana cara mempersiapkan bahan penularan
gaharu ke tanaman inang. Adapun bahan yang dipersiapkan adalah jamur yang
dibawa khusus dari Bogor, Blender dan Mesin bor kayu. Ir. Erdy, M.Sc
menjelaskan bahwa jamur perlu diblender terlebih dahulu guna menghancurkan
benang jamurnya. Sehingga benang jamur tersebut tidak menyumbat pipet suntik
pada saat pengambilan inokulan gaharu. Selanjutnya pada penyiapan lubang
inokulan gaharu perlu diperhatikan bahwa kadalaman maksimal lubang 1/3 dari
diameter pohon. Dan jarak antar lubang berkisar antara 20 cm untuk tingginya
dan 5 cm antar sisi lubang. Setiap lubang disuntikan 1 cc jamur inokulan
gaharu. Setidaknya diperlukan waktu sekitar 8 bulan guna memastikan bahwa jamur
inokulan gaharu berhasil bersenyawa dengan tanaman inang menghasilkan gaharu. Adapun
ciri inokulan gaharu berhasil adalah perubahan warna kecoklatan dan bau harum
yang keluar dari lubang-lubang tersebut. Setelah itu, setiap peserta praktek
lapang diberikan kesempatan mempraktekkan cara menularkan jamur ke tanaman
inang gaharu.
Jika ditilik dari aspek ekonomisnya maka
komodiri gaharu memiliki prospek yang bagus. Mengingat saat ini kelas Super
King gaharu dihargai 30 juta per-kg untuk pasaran internasional (data
Puskonser). Merujuk hal tersebut, Ir. Pella Tode selaku Ka. Dishut Kab.
Sumba Barat disela-sela penutupan
kegiatan berhadap peserta guna mensosialisasikan ilmu dan pengalaman yang
didapat kepada masyarakat dilingkungan sekitarnya. Dengan pengetahuan yang
dimiliki serta potensi HHBK yang terdapat di Sumba Barat, bukan tidak mungkin
jika dimasa mendatang daerah ini menjadi daerah penghasil komoditas gaharu
diwilayah Nusa Tenggara Timur.
0 comments:
Post a Comment