Perpustakaan perguruan tinggi berperan menunjang kegiatan pembelajaran dan
penelitian. Hal tersebut terkait fungsi dokumentasi dan fungsi informasi dari
perpustakaan, yakni: menyimpan berbagai sumber informasi dan mengolahnya serta menyajikannya
dalam bentuk: abstrak, bibliografi serta indeks. Berdasarkan kedua fungsi tersebut
maka Udin Saripudin Winata Putra (1999; 65) dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002)
mengkategorikan manusia; buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan
media pendidikan sebagai sumber pembelajaran. Sehingga sumber belajar dipahami
sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk bahan ajar.
Kebijakan pemerintah terhadap sektor pendidikan turut berdampak pada eksistensi
perpustakaan. Pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan
(BHP) menjadi dasar bagi penyelenggaraan otomomi pendidikan. Pihak
rektorat dituntut inovatif mengatasi masalah pendanaan operasional perguruan
tinggi. UU BHP telah mengatur masalah pendanaan
pada pasal 33 sampai dengan pasal 38. Maka pihak rektorat dituntut
’jeli’ melihat peluang untuk menggali sumber-sumber pendanaan. Salah satu
’peluang’ sumber pendanaan adalah kegiatan penelitian. Data dari Unesco
menyebutkan bahwa pada tahun 1996 dana yang dihabiskan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan (litbang) di dunia mencapai 547 milyar dollar
Amerika. Dana tersebut tersebar 38% di Amerika Utara (Amerika Serikat sebagai
pengguna terbesar di Amerika Utara), 30 % di Eropa, 30 % di Asia (Jepang
menggunakan 50 % dana yang beredar di Asia), 2 % di Amerika Latin dan Afrika (Media Kerja Budaya,
edisi 09/2002). Jika peluang tersebut dapat dimanfaatkan dan diimplentasikan
dalam bentuk Research University.
Maka perguruan tinggi akan mendapatkan manfaat ganda, yakni: 1.) Terpenuhinya
sumber pendanaan bagi operasional perguruan tinggi tanpa membebani mahasiswa;
2.) Para dosen dan mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi
keilmuan melalui kegiatan-kegiatan penelitian; 3.) Bekembangnya ilmu
pengetahuan sebagai dampak dari kegiatan penelitian. Sehingga Tri Darma
perguruan tinggi tidak menjadi jargon semata. Dengan otonomi yang dimilikinya maka pihak rektorat dapat mengambil
kebijakan-kebijakan strategis terkait fungsi penelitian. Karena penelitian
merupakan katalisator kemajuan.
Konsekuensi logis dari perubahan status menjadi Research University akan melecut perpustakaan perguruan tinggi untuk mengakselerasi dirinya dari tahap gudang buku
(Store House Period)
ke tahap pendidikan dan penelitian (Educational
and Research Period). Pada tahapan tersebut,
perpustakaan perguruan tinggi tidak sebatas tempat simpan pinjam buku saja. Namun perpustakaan berperan sebagai katalis bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Perpustakaan perguruan tinggi dapat membentuk forum-forum diskusi yang bermuara
pada pemikiran-pemikiran kritis. Dan membebaskan para penggunanya dari illiteracy information. Mengacu pada pentahapan
tersebut maka perpustakaan perguruan tinggi bertansformasi menjadi perpustakaan
riset.
MENDEFINISKAN PERPUSTAKAAN RISET.
Untuk
melangkah dari tahap gudang buku ke tahap pendidikan dan penelitian maka ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan. Jika merujuk pada definisi pada situs Online Dictionary of Library and
Information Science (ODLIS) maka Perpustakaan riset (research library) : “A library containing a comprehensive
collection of materials in a specific field, academic discipline, or group of
disciplines, including primary and secondary sources, selected to meet the
information needs of serious researchers”. (http://blog.360.yahoo.com; diunduh 29/12-08). Berdasarkan definisi tersebut
maka setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang harus dipersiapkan, yakni:
1. Sumberdaya Manusia (SDM).
Aspek SDM berperan penting dalam organisasi. Sistem tidak
akan berjalan jika aspek brainware-nya tidak berfungsi. Perpustakaan riset
membutuhkan pustakawan berkualifikasi subject spesialis. Karena spesialisasi
dibidang ilmu tertentu akan sangat membantu pustakawan memahami kebutuhan
penggunanya. Pustakawan subjeck spesialis dapat direkrut melalui metode
impassing, yakni: sarjana bidang non perpustakaan direkrut dan diberikan
pelatihan dibidang perpustakaan. Atau sebaliknya, pustakawan berlatar belakang
pendidikan perpustakaan khususnya jenjang D-III didorong untuk melanjutkan strata
1 diluar bidang perpustakaan. Jenis subject spesialis disesuaikan dengan cakupan
kerja perpustakaan riset. Maksudnya, perpustakaan riset yang bergerak dibidang
pertanian dan melayani kebutuhan penelitian pertanian akan sangat membutuhkan
subject spesialis dibidang agronomi, pertanian lahan kering dan sosek
pertanian.
Keahlian teknis bidang teknologi informasi mutlak dimiliki
para pustakawan di perpustakaan riset. Kemajuan teknologi telah memicu ledakan
informasi sekaligus mempermudah akses informasi. Sedangkan informasi yang
terbarukan sangat dibutuhkan oleh peneliti.
Sangat ironis jika saat ini pustakawan tidak mampu mengoperasikan
internet sehingga dia terjebak dalam belantara informasi. Padahal tugas pustakawan
adalah mencari, mengorganisasikan dan menyajikan informasi untuk kebutuhan
penelitian.
2. Sarana & Prasarana.
Sarana prasara yang menunjang konsep perpustakaan
riset terbagi menjadi 2 (dua), yakni: koleksi & sarana penelusuran.
Perpustakaan riset bercirikan: tersedianya koleksi yang komprehensif dan
spesifik menyangkut disiplin ilmu yang relevan dengan kajian penelitian
tertentu. (semisal:
pertanian lahan kering, ilmu kelautan dan pengelolaan wilayah pesisir). Jenis koleksinya
merupakan buku, jurnal maupun e-jurnal yang memuat informasi yang terbarukan.
Aspek keterbaruan informasi menjadi aspek penentu bagi arah kebijakan pengadaan
koleksi. Hendaknya koleksi jurnal lebih mendominasi daripada buku. Keunggulan
jurnal adalah hasil-hasil penelitian lebih cepat didesiminasikan melalui jurnal
penelitian.
Disamping koleksinya yang spesifik, Jasa penelusuran
pada perpustakaan riset menggunakan fasilitas elektronis yakni: Online Public Katalog Acces (OPAC)
maupun menggunakan CD-ROM. Perangkat tersebut menjamin keakurasian serta
efisiensi waktu penelusuran. Ketersediaan fasilitas internet
mutlak ada sehingga pengguna dapat menelusur informasi secara mandiri.
3. Layanan.
Kerjasama antar beberapa perpustakaan perguruan
tinggi dalam jejaring informasi akan
mempertajam fungsi referensi perpustakaan riset. Bentuk kerjasama berupa:
layanan silang layan. Keuntungan dari
layanan ini adalah: perpustakaan A dapat
bertukar koleksi & informasi dengan jaringan perpustakaan lainnya
terkait suatu informasi tertentu yang tidak dimiliki oleh perpustakaan
tersebut. Perpustakaan A dapat merujuk informasi yang tidak dipunyainya kepada
salah satu perpustakaan yang mempunyai informasi tersebut. Sehingga kebutuhan
informasi pengguna yang dapat dipenuhi oleh perpustakaan.
SIMPULAN
Keberadaan
perpustakaan riset menjadi wahana bagi pendidik dan peneliti untuk menyalurkan
informasi sekaligus sebagai sumber inspirasi. Mengingat pentingnya fungsi
perpustakaan riset dalam menunjang kegiatan penelitian. Maka kombinasi ideal
antara kebijakan anggaran, pengadaan koleksi dan layanan akan memuluskan terwujudnya
perpustakaan riset. Setidaknya 3 (tiga) unsur yang patut dipersiapkan untuk
membangun perpustakaan riset, yakni: aspek sumberdaya manusia yang bercirikan ketersediaan subjek
spesialis; aspek koleksi yang spesifik terhadap bidang keilmuan tertentu dan
aspek layanan yang terwujud kedalam format silang layan.
DAFTAR BACAAN
Djamarah, Syaiful Bahri; Aswan
Zain (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta
Media Kerja Budaya, edisi
09/2002.
0 comments:
Post a Comment