Komunikasi
memiliki konteks yang luas dan mencakup segala lini kehidupan. Kita mengenal
istilah komunikasi pemasaran, komunikasi massa, komunikasi politik dan
komunikasi organisasi. Luput dari perhatian kita komunikasi ilmiah (scientific
communication). Jenis komunikasi yang identik dengan proses pengiriman
pesan/informasi dalam komunitas kecendekiawanan. Proses tersebut berkaitan
dengan jenis penelitian yang sedang dilaksanakan, kemajuan serta hasil
penelitian yang disampaikan melalui forum formal dan informal. Bentuk
komunikasi ilmiah secara ilmiah dinyatakan dalam bentuk daftar kepustakaan,
rujukan dan kutipan. Pemuatan daftar kepustakaan tersebut merupakan objek
penelitian dalam bibliometrika. (Sulistyo-Basuki: 2004).
Penelitian
bibliometrika penting dilakukan karena dapat mengungkapkan kekayaan informasi
yang dimiliki peneliti maupun sebaliknya. Dengan melihat daftar pustaka maka
kita dapat menelusur karya ilmiah yang menjadi acuan. Selain itu, penelitian
yang dilakukan sebelumnya menunjukkan terdapat indikasi bahwa literatur yang
dirujuk merupakan literatur yang sama dan dirujuk berulang-ulang. Penyebabnya
adalah ketersediaan bahan pustaka sangat terbatas dan penambahan koleksi
terbaru semakin berkurang karena keterbatasan biaya pengadaan. (Sutardji:
2005). Berdasar hal tersebut, perlu dilakukan pengkajian guna mengetahui usia
litelatur kehutanan yang dijadikan rujukan pada Prosiding terbitan Balai
Penelitian Kehutanan Kupang (BPKK). Hasilnya dapat dijadikan referensi dalam
merumuskan kebijakan pengembangan koleksi di perpustakaan BPKK.
Pengkajian
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2011. Tujuannya adalah menguji paruh
hidup litelatur yang rujukan karya tulis
ilmiah pada Prosiding terbitan Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Data diambil
dari artikel prosiding terbitan tahun 2004 sampai dengan 2007 sejumlah 143
judul artikel dan 1.236 rujukan. Namun sebanyak 7 rujukan tidak mencantumkan
tahun terbit (s.a). Data tersebut merupakan data primer yang bersumber pada
daftar pustaka di masing-masing artikel. Usia literatur dikelompokkan dalam
rentang 10 tahunan dan ditabulasi. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara
deskriptif.
Paruh Hidup Literatur Bidang Kehutanan
Definisi paruh
hidup litelatur adalah usia dari separuh litelatur yang digunakan dalam sebuah
bidang. Paruh hidup menunjukkan kecepatan pertumbuhan litelatur.
(Sulitsyo-Basuki: 2004). Semakin rendah usia paruh hidup maka semakin tinggi
pertumbuhan litelaturnya. Ilmu kehutanan bersifat interdisipliner yang
diantaranya meliputi : silvikultur yang mempelajari ilmu tumbuhan, agroforestry
yang mempelajari ilmu sosial ekonomi kehutanan.
Selama ini, para
peneliti lingkup Balai Penelitian Kehutanan Kupang (BPKK) mempergunakan
litelatur kehutanan di perpustakaan untuk menunjang untuk kegiatan penelitian.
Selanjutnya hasilnya dipresentasikan dan dipublikasikan dalam bentuk seminar
dan prosiding. Dari serangkaian
pengamatan terhadap daftar rujukan yang digunakan peneliti dalam menulis karya
ilmiahnya terdapat fakta bahwa masih terdapat litelatur yang berusia 20 tahun
keatas yang dipakai sebagai rujukan. Untuk mengetahui kelayakan usia literatur
untuk rujukan karya tulis di BPKK maka perlu dilakukan pengukuran paruh hidup.
Data usia sitiran ilmu
bidang kehutanan yang digunakan untuk rujukan karya ilmiah pada prosiding terbitan
BPKK disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Usia Sitiran
Prosiding terbitan BPPK tahun 2004-2007 menurut Kelompok tahun.
No
|
Kelompok usia menurut tahun
|
Jumlah sitiran
|
Persentase
|
1.
|
2000 (00-10)
|
606
|
49,3 %
|
2.
|
1990 (11-20)
|
351
|
28 %
|
3.
|
1980 (21-30)
|
139
|
11 %
|
4.
|
1970 (31-40)
|
77
|
6%
|
5.
|
1960 (41-50)
|
20
|
1,62 %
|
6.
|
1950 (51-60)
|
31
|
2,50 %
|
7.
|
1940 (61-70)
|
3
|
0,24 %
|
8.
|
1930 (71-80)
|
0
|
0
|
9.
|
1920 (81-90)
|
1
|
0,08 %
|
10.
|
1910 (91-100)
|
1
|
0,08 %
|
Jumlah sitiran
|
1.229
|
100 %
|
(Sumber : Daftar pustaka
prosiding 2004-2007)
Dari data di
atas, kita dapat mengukur usia paruh hidup litelatur kehutanan dengan merujuk
pada perhitungan science citation index. Langkah pertama adalah menghitung
jumlah kumulatif sitiran dan mencari kelompok tahun sitiran yang sama dengan
atau lebih dari 50 %. Dari data di atas maka kelompok sitiran 0 s/d 10 tahun
memiliki jumlah sitiran mencapai 606 atau setara dengan 49,3 %. Namun jumlah
ini belum mencapai batas minimal 50 %. Maka perlu dicari persentase (%) sitiran
yang melampaui batas minimal tersebut. Sehingga persentase komulatif sitiran
antara 0 s/d 20 tahun adalah : (606+351/1.229x 100%= 77, 8 %). Hal tersebut
menunjukkan bahwa 50 % berada antara litelatur yang berusia 0 s/d 20 tahun. Dan
untuk mengetahui usia paruh hidup yang tepat menunjukkan angka 50 % maka
dilakukan persamaan sebagai berikut :
a. (50% - 49,3% =
0,7 %) ----- Mencari selisih nilai paruh
hidup
b. (77,8% - 49,3% = 28, 5 %) ---- Mencari nilai
pembagi
c. (0.7/28,5 x 10 tahun
= 0,245 dibulatkan menjadi 0,2 tahun)
Sehingga
usia paruh hidup literalatur kehutanan adalah 10 tahun (49,3 % dari seluruh
litelatur) ditambah 0,2 tahun (hasil perkalian persamaan c) = 10,2 tahun. Hal tersebut bermakna separuh litelatur
kehutanan yang disitir berusia 10,2 tahun atau kurang. Dan 50 % lainnya berusia
diatas 10,2 tahun.
Sebaran Penggunaan Usia Litelatur Berdasarkan Status Penulisnya
Prosiding
merupakan rekaman tertulis yang memuat makalah yang telah disajikan dalam suatu
pertemuan ilmiah yang dihadiri oleh 3 instansi atau lebih. (Badan litbanghut:
2009). Prosiding, sebagai publikasi resmi dari sebuah seminar, menghimpun
materi yang disampaikan para penyaji. Dan para penyaji memiliki latar belakang
kepakaran yang heterogen. Sebagaimana yang dipersyaratkan bahwa peserta/penyaji
harus berasal dari berbagai departemen, lembaga non departemen, perguruan
tinggi, dunia usaha dan dihadiri minimal tiga instansi. Heteroginitas penyaji
akan saling melengkapi perspektif terhadap suatu tema yang diangkat dalam
seminar.
Pemateri
yang artikelnya termuat dalam prosiding terbitan Balai Penelitian Kehutanan
Kupang dari Tahun 2004-2007 berasal dari akademisi, penggiat Lembaga Swadaya
Pemerintah (LSM), praktisi kehutanan dan peneliti lingkup BPKK. Masing-masing
pemateri memiliki kompetensi yang spesifik terkait tema kehutanan. Menurut
bagan klasifikasi Dewey Decimal Clasification (DDC) ilmu kehutanan (634.9)
terbagi menjadi sub klas Manajemen kehutanan, silvikultur, agroforestry,
ekonomi kehutanan. Dan setiap penyelenggaraaan seminar BPKK senantiasa memiliki
tema yang berbeda namun masih dalam lingkup kehutanan. Sehingga isi suatu
prosiding terbagi menjadi 2 (dua) bagian yakni: makalah utama (yang mengupas
tuntas tema utama suatu seminar) dan makalah penunjang (yang melengkapi pokok
bahasan utama).
Keragaman
latar belakang profesi dan pendidikan pemateri memberikan warna tersendiri
terhadap setiap produk ilmiah karyanya. Masing-masing pemateri memiliki
perbedaan preferensi dalam hal jenis pustaka, pengarang serta tahun terbit dari
sumber informasi yang menjadi rujukannya dalam menyusun karya ilmiah. Dari hasil
pengamatan terhadap 1.236 artikel yang
dirujuk, terdapat 2 (dua) buku yang memiliki frekuensi rujukan tertinggi.
Keduanya adalah:
1.) Rainfall
Types Based On Wet And Dry Periods Rations For Indonesian With Western New
Guinea karya Schimth, Ferguson (1951). Buku ini seringkali dirujuk pemateri guna
memaparkan fakta tentang kondisi agroklimat di Nusa Tenggara Timur.
2.) Santalum
Album (Indian Sandalwood) Literature Review karya Barret (1989). Buku ini
menjadi rujukan peneliti silvikultur yang memiliki perhatian besar terhadap
pembudidayaan tanaman cendana.
Selain
itu, apabila ditelusur lebih lanjut rentang tahun terbit buku digunakan sebagai
rujukan pada makalah prosiding BPKK 2004-2007 sangat lebar. Ditemukan buku yang
memiliki tahun terbit 1904 yang digunakan sebagai rujukan pada artikel Tehnik
Budidaya Cendana di Masyarakat yang termuat pada Prosiding Denpasar, 19
Desember 2006. Buku rujukan tersebut berjudul Notes Sandal karya Rama Rao (1904).
Jika merujuk pada hasil perhitungan paruh hidup litelatur kehutanan yakni:
10,2. Maka buku rujukan karya Rama Rao tersebut tergolong kadaluarsa
informasinya. Sehingga pemanfaatan buku tersebut menimbulkan berbagai asumsi.
Guna melihat kasus tersebut secara obyektif maka kita dapat melihat sebaran
paruh hidup litelatur buku yang menjadi
rujukan pada tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Usia
Literatur berdasar status pengguna
No
|
Status
|
Jumlah
Artikel
|
Jumlah
Rujukan
|
Rentang Usia
Literatur
(0-10
tahun)
|
||||||||||
1910
|
1920
|
1930
|
1940
|
1950
|
1960
|
1970
|
1980
|
1990
|
2000
|
s.a
|
||||
1.
|
Peneliti
|
96
|
733
|
1
(0,08%)
|
0
(0%)
|
0
(0%)
|
2
(0,16%)
|
16
(1,2%)
|
8
(0,6%)
|
30
(2,4%)
|
70
(5,6%)
|
218
(17%)
|
382
(30%)
|
6
|
2.
|
Non
Peneliti
|
52
|
503
|
0
(0%)
|
1
(0,08%)
|
0
(0%)
|
1
(0,1%)
|
15
(2,9%)
|
12
(2%)
|
47
(3,8%)
|
69
(5,5%)
|
133
(10%)
|
224
(18%)
|
1
|
Jumlah
|
148
|
1236
|
1
|
1
|
0
|
3
|
31
|
20
|
77
|
139
|
351
|
606
|
7
|
Sumber : Daftar pustaka prosiding tahun
2004-2007
Dari data
tersebut diperoleh hasil bahwa peneliti menggunakan rujukan terbitan 2000 keatas
sebanyak 30 %. Sedangkan Non peneliti yang menggunakan rujukan terbitan 2000 keatas
sebanyak 18 %. Hal tersebut dapat dipahami bahwa dalam setiap penulisan karya
ilmiah, peneliti senantiasa mengacu kepada sumber informasi terbaru. Karena
dalam dunia ilmiah aspek validitas data, faktual dan aktual berperan penting
dalam menentukan bobot keilmiahan suatu karya tulis. Sedangkan pemanfaatan
sumber informasi yang kadaluarsa informasi masih diketemukan dari pengguna yang
berstatus peneliti. Hal tersebut disebabkan oleh ilmu kehutanan yang bersifat
dasar atau teori belum banyak berubah. Sehingga teori tersebut masih relevan
dipakai sebagai landasan keilmuan pada karya ilmiah kehutanan. Hal ini dapat
menjelaskan alasan asumsi pemakaian buku rujukan terbitan tahun 1904 pada
artikel di Tehnik Budidaya Cendana di Masyarakat yang
termuat pada Prosiding Denpasar, 19
Desember 2006.
Penutup
Berdasarkan hasil kajian terhadap paruh hidup litelatur kehutanan pada
Prosiding terbitan BPKK tahun 2004-2007 dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1.)
Usia paruh hidup litelatur kehutanan pada prosiding terbitan BPKK adalah
10,2.
2.)
Berdasarkan sebaran pemakainya, peneliti
cenderung merujuk pada litelatur yang terbit antara 2000 sampai 2007 sebanyak
30 %. Pemanfaataan litelatur yang berusia kurang dari 10,2 tahun oleh peneliti.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peneliti memilih informasi yang aktual sebagai
rujukannya.
Daftar
Pustaka
Badan Litbang Kehutanan. Pedoman Penyajian
Karya Tulis Ilmiah Lingkupp Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Jakarta. Dephut, 2009
Sulistyo Basuki.
Pengantar Dokumentasi. Bandung. Rekayasa Sains. 2004
0 comments:
Post a Comment