Tuesday, 31 March 2020

Pengujian Paruh Hidup Artikel Kehutanan Pada Prosiding Terbitan Balai Penelitian Kehutanan Kupang Tahun 2004-2007


Komunikasi memiliki konteks yang luas dan mencakup segala lini kehidupan. Kita mengenal istilah komunikasi pemasaran, komunikasi massa, komunikasi politik dan komunikasi organisasi. Luput dari perhatian kita komunikasi ilmiah (scientific communication). Jenis komunikasi yang identik dengan proses pengiriman pesan/informasi dalam komunitas kecendekiawanan. Proses tersebut berkaitan dengan jenis penelitian yang sedang dilaksanakan, kemajuan serta hasil penelitian yang disampaikan melalui forum formal dan informal. Bentuk komunikasi ilmiah secara ilmiah dinyatakan dalam bentuk daftar kepustakaan, rujukan dan kutipan. Pemuatan daftar kepustakaan tersebut merupakan objek penelitian dalam bibliometrika. (Sulistyo-Basuki: 2004).
Penelitian bibliometrika penting dilakukan karena dapat mengungkapkan kekayaan informasi yang dimiliki peneliti maupun sebaliknya. Dengan melihat daftar pustaka maka kita dapat menelusur karya ilmiah yang menjadi acuan. Selain itu, penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan terdapat indikasi bahwa literatur yang dirujuk merupakan literatur yang sama dan dirujuk berulang-ulang. Penyebabnya adalah ketersediaan bahan pustaka sangat terbatas dan penambahan koleksi terbaru semakin berkurang karena keterbatasan biaya pengadaan. (Sutardji: 2005). Berdasar hal tersebut, perlu dilakukan pengkajian guna mengetahui usia litelatur kehutanan yang dijadikan rujukan pada Prosiding terbitan Balai Penelitian Kehutanan Kupang (BPKK). Hasilnya dapat dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan pengembangan koleksi di perpustakaan BPKK.
Pengkajian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2011. Tujuannya adalah menguji paruh hidup  litelatur yang rujukan karya tulis ilmiah pada Prosiding terbitan Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Data diambil dari artikel prosiding terbitan tahun 2004 sampai dengan 2007 sejumlah 143 judul artikel dan 1.236 rujukan. Namun sebanyak 7 rujukan tidak mencantumkan tahun terbit (s.a). Data tersebut merupakan data primer yang bersumber pada daftar pustaka di masing-masing artikel. Usia literatur dikelompokkan dalam rentang 10 tahunan dan ditabulasi. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif.

Paruh Hidup Literatur Bidang Kehutanan
Definisi paruh hidup litelatur adalah usia dari separuh litelatur yang digunakan dalam sebuah bidang. Paruh hidup menunjukkan kecepatan pertumbuhan litelatur. (Sulitsyo-Basuki: 2004). Semakin rendah usia paruh hidup maka semakin tinggi pertumbuhan litelaturnya. Ilmu kehutanan bersifat interdisipliner yang diantaranya meliputi : silvikultur yang mempelajari ilmu tumbuhan, agroforestry yang mempelajari ilmu sosial ekonomi kehutanan.
Selama ini, para peneliti lingkup Balai Penelitian Kehutanan Kupang (BPKK) mempergunakan litelatur kehutanan di perpustakaan untuk menunjang untuk kegiatan penelitian. Selanjutnya hasilnya dipresentasikan dan dipublikasikan dalam bentuk seminar dan  prosiding. Dari serangkaian pengamatan terhadap daftar rujukan yang digunakan peneliti dalam menulis karya ilmiahnya terdapat fakta bahwa masih terdapat litelatur yang berusia 20 tahun keatas yang dipakai sebagai rujukan. Untuk mengetahui kelayakan usia literatur untuk rujukan karya tulis di BPKK maka perlu dilakukan pengukuran paruh hidup.
Data usia sitiran ilmu bidang kehutanan yang digunakan untuk rujukan karya ilmiah pada prosiding terbitan BPKK disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Usia Sitiran Prosiding terbitan BPPK tahun 2004-2007 menurut Kelompok tahun.
No
Kelompok usia menurut tahun
Jumlah sitiran
Persentase
1.
2000 (00-10)
606
49,3 %
2.
1990 (11-20)
351
28 %
3.
1980 (21-30)
139
11 %
4.
1970 (31-40)
77
6%
5.
1960 (41-50)
20
1,62 %
6.
1950 (51-60)
31
2,50 %
7.
1940 (61-70)
3
0,24 %
8.
1930 (71-80)
0
0
9.
1920 (81-90)
1
0,08 %
10.
1910 (91-100)
1
0,08 %
Jumlah sitiran
1.229
100 %
(Sumber : Daftar pustaka prosiding 2004-2007)
Dari data di atas, kita dapat mengukur usia paruh hidup litelatur kehutanan dengan merujuk pada perhitungan science citation index. Langkah pertama adalah menghitung jumlah kumulatif sitiran dan mencari kelompok tahun sitiran yang sama dengan atau lebih dari 50 %. Dari data di atas maka kelompok sitiran 0 s/d 10 tahun memiliki jumlah sitiran mencapai 606 atau setara dengan 49,3 %. Namun jumlah ini belum mencapai batas minimal 50 %. Maka perlu dicari persentase (%) sitiran yang melampaui batas minimal tersebut. Sehingga persentase komulatif sitiran antara 0 s/d 20 tahun adalah : (606+351/1.229x 100%= 77, 8 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa 50 % berada antara litelatur yang berusia 0 s/d 20 tahun. Dan untuk mengetahui usia paruh hidup yang tepat menunjukkan angka 50 % maka dilakukan persamaan sebagai berikut :
a. (50%   - 49,3%                = 0,7 %)   ----- Mencari selisih nilai paruh hidup
b. (77,8% - 49,3%              = 28, 5 %) ---- Mencari nilai pembagi
c. (0.7/28,5 x 10 tahun = 0,245 dibulatkan menjadi 0,2 tahun)
Sehingga usia paruh hidup literalatur kehutanan adalah 10 tahun (49,3 % dari seluruh litelatur) ditambah 0,2 tahun (hasil perkalian persamaan c) = 10,2 tahun.  Hal tersebut bermakna separuh litelatur kehutanan yang disitir berusia 10,2 tahun atau kurang. Dan 50 % lainnya berusia diatas 10,2 tahun.

Sebaran Penggunaan Usia Litelatur Berdasarkan Status Penulisnya
Prosiding merupakan rekaman tertulis yang memuat makalah yang telah disajikan dalam suatu pertemuan ilmiah yang dihadiri oleh 3 instansi atau lebih. (Badan litbanghut: 2009). Prosiding, sebagai publikasi resmi dari sebuah seminar, menghimpun materi yang disampaikan para penyaji. Dan para penyaji memiliki latar belakang kepakaran yang heterogen. Sebagaimana yang dipersyaratkan bahwa peserta/penyaji harus berasal dari berbagai departemen, lembaga non departemen, perguruan tinggi, dunia usaha dan dihadiri minimal tiga instansi. Heteroginitas penyaji akan saling melengkapi perspektif terhadap suatu tema yang diangkat dalam seminar.
Pemateri yang artikelnya termuat dalam prosiding terbitan Balai Penelitian Kehutanan Kupang dari Tahun 2004-2007 berasal dari akademisi, penggiat Lembaga Swadaya Pemerintah (LSM), praktisi kehutanan dan peneliti lingkup BPKK. Masing-masing pemateri memiliki kompetensi yang spesifik terkait tema kehutanan. Menurut bagan klasifikasi Dewey Decimal Clasification (DDC) ilmu kehutanan (634.9) terbagi menjadi sub klas Manajemen kehutanan, silvikultur, agroforestry, ekonomi kehutanan. Dan setiap penyelenggaraaan seminar BPKK senantiasa memiliki tema yang berbeda namun masih dalam lingkup kehutanan. Sehingga isi suatu prosiding terbagi menjadi 2 (dua) bagian yakni: makalah utama (yang mengupas tuntas tema utama suatu seminar) dan makalah penunjang (yang melengkapi pokok bahasan utama).
Keragaman latar belakang profesi dan pendidikan pemateri memberikan warna tersendiri terhadap setiap produk ilmiah karyanya. Masing-masing pemateri memiliki perbedaan preferensi dalam hal jenis pustaka, pengarang serta tahun terbit dari sumber informasi yang menjadi rujukannya dalam menyusun karya ilmiah. Dari hasil pengamatan terhadap  1.236 artikel yang dirujuk, terdapat 2 (dua) buku yang memiliki frekuensi rujukan tertinggi. Keduanya adalah:
1.)     Rainfall Types Based On Wet And Dry Periods Rations For Indonesian With Western New Guinea  karya Schimth, Ferguson (1951).  Buku ini seringkali dirujuk pemateri guna memaparkan fakta tentang kondisi agroklimat di Nusa Tenggara Timur.              
2.)     Santalum Album (Indian Sandalwood) Literature Review karya Barret (1989). Buku ini menjadi rujukan peneliti silvikultur yang memiliki perhatian besar terhadap pembudidayaan tanaman cendana.
Selain itu, apabila ditelusur lebih lanjut rentang tahun terbit buku digunakan sebagai rujukan pada makalah prosiding BPKK 2004-2007 sangat lebar. Ditemukan buku yang memiliki tahun terbit 1904 yang digunakan sebagai rujukan pada artikel Tehnik Budidaya Cendana di Masyarakat yang termuat pada Prosiding Denpasar, 19 Desember 2006. Buku rujukan tersebut berjudul Notes Sandal karya Rama Rao (1904). Jika merujuk pada hasil perhitungan paruh hidup litelatur kehutanan yakni: 10,2. Maka buku rujukan karya Rama Rao tersebut tergolong kadaluarsa informasinya. Sehingga pemanfaatan buku tersebut menimbulkan berbagai asumsi. Guna melihat kasus tersebut secara obyektif maka kita dapat melihat sebaran paruh hidup litelatur  buku yang menjadi rujukan pada tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Usia Literatur berdasar status pengguna
No
Status
Jumlah Artikel
Jumlah Rujukan

Rentang Usia Literatur
(0-10 tahun)
1910
1920
1930
1940
1950
1960
1970
1980
1990
2000
s.a
1.
Peneliti
96
733
1
(0,08%)
0
(0%)
0
(0%)
2
(0,16%)
16
(1,2%)
8
(0,6%)
30
(2,4%)
70
(5,6%)
218
(17%)
382
(30%)
6
2.
Non Peneliti
52
503
0
(0%)

1
(0,08%)
0
(0%)

1
(0,1%)
15
(2,9%)
12
(2%)
47
(3,8%)
69
(5,5%)
133
(10%)
224
(18%)
1
Jumlah
148
1236
1
1
0
3
31
20
77
139
351
606
7
Sumber : Daftar pustaka prosiding tahun 2004-2007
Dari data tersebut diperoleh hasil bahwa peneliti menggunakan rujukan terbitan 2000 keatas sebanyak 30 %. Sedangkan Non peneliti yang menggunakan rujukan terbitan 2000 keatas sebanyak 18 %. Hal tersebut dapat dipahami bahwa dalam setiap penulisan karya ilmiah, peneliti senantiasa mengacu kepada sumber informasi terbaru. Karena dalam dunia ilmiah aspek validitas data, faktual dan aktual berperan penting dalam menentukan bobot keilmiahan suatu karya tulis. Sedangkan pemanfaatan sumber informasi yang kadaluarsa informasi masih diketemukan dari pengguna yang berstatus peneliti. Hal tersebut disebabkan oleh ilmu kehutanan yang bersifat dasar atau teori belum banyak berubah. Sehingga teori tersebut masih relevan dipakai sebagai landasan keilmuan pada karya ilmiah kehutanan. Hal ini dapat menjelaskan alasan asumsi pemakaian buku rujukan terbitan tahun 1904 pada artikel di Tehnik Budidaya Cendana di Masyarakat yang termuat pada Prosiding Denpasar,  19 Desember 2006.

Penutup
Berdasarkan hasil kajian terhadap paruh hidup litelatur kehutanan pada Prosiding terbitan BPKK tahun 2004-2007 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.)        Usia paruh hidup litelatur kehutanan pada prosiding terbitan BPKK adalah 10,2.
2.)        Berdasarkan sebaran pemakainya, peneliti cenderung merujuk pada litelatur yang terbit antara 2000 sampai 2007 sebanyak 30 %. Pemanfaataan litelatur yang berusia kurang dari 10,2 tahun oleh peneliti. Hal tersebut menunjukkan bahwa peneliti memilih informasi yang aktual sebagai rujukannya.

Daftar Pustaka
Badan Litbang Kehutanan. Pedoman Penyajian Karya Tulis Ilmiah Lingkupp Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Dephut, 2009
Sulistyo Basuki. Pengantar Dokumentasi. Bandung. Rekayasa Sains. 2004

0 comments: