Saturday, 11 April 2020

MENGIKIS KORUPSI DENGAN BERPUASA


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin melalui Sila 1 Pancasila yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa. Ironisnya, keberagamaan (religiousity) tersebut belum menjamin terbebasnya bangsa ini dari perilaku menyimpang (baca: korupsi). Dari waktu ke waktu, korupsi di Indonesia berkembang mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2002, Transparancy International menempatkan. Indonesia sebagai negara terkorup nomor 4 didunia. Satu tahun kemudian peringkat Indonesia ”naik” dan berada diurutan 6. (Tanthowi, Pramono U: 2004). Disadari atau tidak, korupsi berdampak pada munculnya ekonomi biaya tinggi, kerugian negara serta menurunnya moral budaya. Sehingga bangsa ini semakin sulit lepas dari jeratan krisis multi dimensi.
Padahal pemerintah telah membentuk instrumen hukum dalam menangani kasus korupsi, namun usaha tersebut belum terbukti efektif. Bahkan pranata hukum yang dibuat berpotensi menjadi ladang korupsi baru. Karena terjadi kecenderungan, peran hukum sebagai tindakan represif telah diselewengkan oleh segelintir oknum penegak hukum sehingga kita  mengenal istilah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). Maka perlu dioptimalkan upaya pencegahan dengan memberikan pemahaman kepada masing-masing individu bahwa korupsi bertentangan dengan ajaran agama. Sebab korupsi merupakan bentuk dari ketidakjujuran, keserakahan, pencurian dan tindakan yang merugikan orang lain dan kesemuanya itu bertentangan dengan ajaran agama manapun khususnya Islam. Dalam Islam dikenal konsep taqwa yakni mentaati perintah dan menjauhi larangannya. Semakin tinggi derajat ketaqwaan seseorang maka dia akan senantiasa menjauhi tindakan dosa sebab dia merasa terawasi oleh Tuhan YME. Sehingga hal tersebut akan membentuk sistem pengawasan internal yang mampu mengidentifikasi suatu tindakan melanggar ajaran agama atau tidak.
Puasa sebagai salah satu rukun islam mempunyai peran strategis dalam membentuk pribadi seorang muslim. Hakikat puasa adalah ibadah melawan hawa nafsu dengan cara bertakwa dan menahan diri dari tindakan keji. Ditinjau dari segi pendidikan, ibadah ini bertujuan membentuk insan yang jujur, qanaah (menerima apa adanya) dan Ikhlas( tanpa pamrih). Berdasar  nilai-nilai yang terkandung maka ibadah ini relevan bila digunakan sebagai terapi mengikis korupsi. Penjabaran dari nilai-nilai tersebut sebagai berikut:
a)KEJUJURAN:  Puasa mengajarkan kita berlaku jujur sebab Allah swt Maha Mengawasi. Bisa saja kita mengaku berpuasa kepada orang lain sedangkan kenyataannya tidak. Namun Allah tidak pernah lengah mengawasi hamba-hambanya. Merujuk Tafsir QS.2 Al Baqarah ayat 186 yang bermakna: ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Apabila kita telah memahami dan berpedoman pada ayat diatas maka dalam diri kita akan tertanam rasa takut berbuat curang kapanpun dan dimanapun kita berada.
b)      QONAAH : Puasa adalah perisai. Maksudnya, puasa menjaga kita dari segala bentuk penyimpangan, kefasikan, dosa dan penyakit jiwa. Dan puasa menjadi terapi untuk mengendalikan keserakahan dengan cara melatih sifat Qanaah. Makna dari Qonaah adalah perasaan menerima berdasar ketentuan-Nya. Ilustrasinya semisal: Saya merupakan PNS golongan III dan memahami serta mengamalkan sifat Qanaah maka saya akan berusaha hidup sewajarnya sesuai kemampuan saya. Bila saya memaksakan diri berpola hidup layaknya jetset maka mau tidak mau saya akan menyalahgunakan kewenangan jabatan saya untuk memenuhi pola kehidupan tersebut. Qanaah merupakan alat untuk kontrol diri dari ”menghalalkan” segala cara dalam mendapat sesuatu. Merujuk pada tafsir QS.66 At-Tahrim ayat 6 yang bermakna” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. Kita dituntut berhati-hati dalam menafkahi keluarga kita sehingga jangan sampai kita memberi makan keluarga dengan harta yang cara mendapatkannya secara haram (baca: korupsi). Selain itu, para istri hendaknya tidak menuntut kehidupan melebihi kemampuan suami dalam menafkahinya. Sebab, dikhawatirkan suami terjerumus menggunakan cara – cara kotor dalam mendapatkan harta.
c) IKHLAS: Puasa melatih kita untuk menumbuhkan sifat ikhlas dalam diri kita. Namun apabila kita berpuasa dan bermaksud Riya (mendapatkan pamrih berupa pujian) maka ibadah kita telah sia-sia dihadapan Allah swt. Hal tersebut merujuk pada hadist dari Abu Hurrairah r.a yang berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda: ”Allah swt berfirman: ’ Kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa untukku dan aku yang akan membalasnya’...” (HR.Muttafaq Alaih). Apabila sifat Ikhlas telah tertanam kuat dalam diri kita maka sifat tersebut  akan terbawa dalam kehidupan sehari-hari khususnya lingkungan kerja. Sehingga praktek pungutan liar dapat dikurangi.
Pada akhirnya, saya mengajak diri saya sendiri dan saudara-saudara untuk menjadikan ramadhan ini sebagai titik balik men-terapi diri kita dengan menanamkan sifat jujur, qanaah dan ikhlas sehingga kita menjadi insan yang  amanah dan bertaqwa. Dan ketaqwaan yang terbina melalui puasa niscaya mampu meminimalkan peluang terjadinya korupsi. Semoga korupsi dapat dikikis dengan cara mulai dari yang kecil yakni diri sendiri melalui ibadah puasa. Amien. 













0 comments: