Kilas balik ke tahun 2006, sebuah pengalaman yang mengubah mentalku.Pada saat itu, penulis mengikuti program magang sebagai CPNS pada Departemen Kehutanan di Taman Nasional Gunung Rinjani, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung Rinjani merupakan gunung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian sekitar 4,200 meter diatas permukaan laut. Langsung saja ke kisah pendakian. Bagi penulis, seumur-umur belum pernah punya keinginan, kesempatan, pengalaman dan kemampuan mendaki gunung. Selama kuliah, hanya mampu mencapai lantai II ruang kuliah di fakultas FISIP salah satu universitas negeri di Surabaya. Nah pada saat magang, penulis dapat giliran jaga di pos Senaru. Pada saat itu, jalurang pendakian sengaja ditutup untuk umum mengingat musim hujan sehingga untuk mengurangi resiko kecelakaan. Namun penutupan jalur pendakian tersebut digunakan oleh para petugas Ranger dan PEH untuk melakukan pemeliharaan jalur pendakian. Mengingat tugas negara maka penulis tidak bisa mengelak untuk ikut serta kegiatan tersebut. Tak ada briefing khusus sih dari pimpinan regu, namun menurut beberapa kawan dan senior maka penulis persiapkan perlengkapan pribadi secukupnya.
Tibalah di hari-H. Jalur pendakian dari pos Senaru menuju Pos 1 Buyut Ngangkang relatif landai. Kalaupun ada tanjakan itu pun masih bisa ditolerir oleh tubuh. Setelah perjalanan santai maka rombongan kami tiba di Buyut Ngangkang. Aroma mistis segera menyelimuti. Walaopun masih pagi (sekitar pukul 9 pagi), tajuk pepohonan yang tinggi dan lebat membuat efek pencahayaan relatif temaram. Selain itu posisi 3 phon tua ibarat 'kaki ngangkang'. Sekejap keluar kata candaan yang tak pantas dan tiba-tiba senior mengingatkan agar menjaga perkataan dan tingkah laku dihutan sebab dihutan juga dihuni mahluk tak kasat mata. Percaya atau tidak mungkin juga ketelodeoran. Sesaat setelah rehat di pos I tersebut, penulis mendapat tugas untuk menebas ranting yang menghalangi jalur pendakian. Tiba-tiba ayunan parang tersebut memantul dan mengenai jari tengah kanan kiri. Darah pun mengucur, untungnya pimpinan rombongan yang berpengalaman memberikan pertolongan pertama dan pendarahan dapat dikurangi
Selepas beristirahat di pos I, rombongan melanjutkan perjalanan ke pos II dengan target sebelum makan siang. Jalanan pun mulai menanjak dan berkelok-kelok. Keringat pun membasahi kaos dan nafas ngos-ngosan. Beberapa kali penulis berhenti mengambil nafas untuk mengurangi kelelahan serta rasa nyeri pada jari yang kena parang di pos I. Pada saat itu, muncullah pertentangan batin, yakni: antara melanjutkan pendakian atau berhenti dan kembali ke pos Senaru. Perasaaan campur aduk antara perasaaan dan logika menggelayuti. Namun hati kecil senantiasa menyemangati agar menepis dan mengalahkan rasa putus asa. Setelah sekian jam perjalanan, sayup-sayup terlihat pos II. Menjaga kecepatan langkah yang konstan dan akhirnya sampai juga di pos II. Walaupun telat dari target, namun penulis bersyukur sampai di pos II dan rombongan beristirahat dan menyiapkan menu makan siang, berupa: Pie. Hemh, menu sederhana tapi special. Pie tersebut terbuat dari campuran tepung terigu dan telur yang diencerkan dengan susu serta diberi bumbu gula dan garam. Selanjutnya, adonan tersebut dituang tipis-tipis atas teflon. Lembaran-lembaran pie hangat nan gurih tersebut merupakan makanan terenak yang penulis makan disepanjang pendakian ini. he he. Selesai irtirahat, kami melakukan perbaikan jalur pendakian dengan memasang batang bambu untuk menahan erosi dijalur pendakian.
![]() |
Selfie di Plawangan Senaru. Sumber; Dokumen Pribadi |
Melanjutkan ke pos terakhir yang terletak beberapa meter di bawah Plawangan Senaru. "Plawangan' bermakna pintu, para pendaki yang melalui jalur Senaru akan melewati plawangan ini sebelum turun ke segara anakan dan melanjutkan pendakian ke puncak Rinjani. Semakin menuju puncak, ternyata jenis tanamannnya mulai berganti dari tanaman berkayu ke tanaman ilalang dan rerumputan sehingga pemandangannya pun semakin bagus. Penulis juga menemui beberapa titik bunga edelweis 'bunga sepanjang masa' selama melakukan pendakian ke plawangan Senaru. Dengan sisa-sisa tenaga dan semangat, penulis memotivasi diri agar mampu menyelesaikan etape terakhir dari pemeliharaa jalur pendakian Senaru ini. Well, ternyata ketahanan fisik dapat dimanipulasi dengan memberikan pompaan semangat positif kedalam diri. Hal tersebut menjadi pelajaran berharga dalam pendakian ini. Sesampainya di etape akhir tersebut, penulis melampiaskan kegembiraan dengan berteriak kegirangan dan melakukan beberapa foto selfie. 'Yes, I did it' (RAH)
0 comments:
Post a Comment