Tulisan
Marvel J.P Ledo pada Timex , Rabu; 11 Juli 2007, yang berjudul “ Maukah Indonesia dirubah jadi negara yang
berlandaskan syariat Islam”. Menarik untuk ditanggapi. Tulisan tersebut secara
lugas menyebutkan permasalahan dan kemerosotan yang tengah melanda negara ini.
Indonesia yang menjunjung demokrasi memungkinkan warga negaranya untuk
berpendapat. Perbedaan pandangan, sikap dan pemikiran merupakan hal yang wajar
dalam berdemokrasi. Hal tersebut melatih kita untuk bijak dalam menyikapi
perbedaan. Namun yang disesalkan dari tulisan tersebut diatas adalah kesan
antipati terhadap agama tertentu dalam konteks demokrasi. Pada kesempatan ini,
kami mencoba sama-sama belajar memberikan pencerahan tentang Islam dan
nasionalisme.
Indonesia
merdeka berkat usaha bersama seluruh komponen bangsa yang berasal dari berbagai
suku, ras dan agama. Kebhinekaan tersebut bukanlah menjadi sebuah penghalang
bagi terciptanya kesatuan dan kesatuan bangsa. Perbedaan tidak perlu
dihilangkan namun kita perlu menyikapi perbedaan secara arif dan menjadikannya
khazanah kebangsaan kita. Sebagai sebuah negara maka Indonesia mempunyai
Undang-Undang dasar yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Seperti tercantum
pada pembukaan UUD 45 alinea 1 dan pasal 29 ayat 1. Hal itu menunjukkan
Indonesia secara tegas menolak paham
sekulerisme. Sebab segala sesuatu jika dijalankan tanpa berdasarkan agama
niscaya tujuannya tidak akan tercapai. Dan sekularisme mendorong manusia untuk memenuhi
kebutuhan pribadi dan golongannya dengan memanfaatkan berbagai cara.
Sekulerisme
versus Nasionalisme.
Saat
ini Nasionalisme tengah dirongrong oleh sekulerisme. Sekulerisme menggiring
manusia untuk berorientasi pada materi. Iming-iming materi berupa uang,
kenikmatan dan jabatan telah memikat
oknum-oknum pejabat, pengusaha bahkan rakyat jelata dinegeri ini. Tak pelak
istilah koruptor, penyelundup pasir laut, pembalak liar kian akrab ditelinga.
Mereka mengeksploitasi keuangan dan sumberdaya negeri ini dan membawa hasil
jarahannya keluar negari. Ulah mereka menyebabkan terjadinya kerusakan alam,
kesenjangan sosial dan kemiskinan yang dirasakan sebagian besar rakyat
Indonesia. Sehingga tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia semakin sulit tercapai. Kesenjangan sosial dan
kesejahteraan merupakan akar munculnya separatisme yang bernuansa agama dan
kedaerahan. Separatisme merupakan bentuk mosi tidak percaya golongan yang
termarjinalkan terhadap pemerintahan yang telah terkontaminasi sekulerisme.
Islam dan
Nasionalisme
Nasionalisme
umat Islam di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Kiprah mereka terbukti
sejak perang kemerdekaan. Sebelum Indonesia mempunyai angkatan perang maka
terbentuklah laskar-laskar rakyat termasuk diantaranya Hizbullah. Laskar-laskar
ini bersama-sama berjuang mencapai kemerdekaan. Dan Laskar Hizbullah disegani
musuh karena selalu berada digaris depan melawan musuh. Sebab anggota laskar
ini berkeyakinan bahwa berperang mencapai kemerdekaan merupakan ibadah. Dan
mereka rela mati syahid untuk hal itu.
Tokoh-tokoh
Islam turut berperan penentuan dasar negara. Pada fase ini terjadi proses yang
alot. Namun tercapai kesepakatan bersama setelah umat Islam berkompromi dengan
pihak kebangsaan demi tujuan bersama. Dan pada tanggal 22 Juni 1945 kedua belah
pihak setuju atas rancangan undang-undang yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Selanjutnya rancangan ini dicantumkan dalam pembukaan UUD 45.
Umat
Islam juga terlibat dalam fase penegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Maraknya separatisme, PRRI Semesta, NII, GAM telah mendorong para Ulama untuk
menentang gerakan tersebut. Para Ulama menyikapinya dengan mengeluarkan fatwa: “Tindakan makar terhadap suatu pemerintahan
yang sah merupakan tindakan yang tidak dibenarkan agama”. Ijtihad ulama
tersebut merujuk pada QS.4 An –Nisa: 59 yang menyeru kepada kaum muslim untuk
mentaati pemerintahan yang sah. Selagi pimpinan pemerintahan tersebut taat pada
Allah swt dan rasulnya.
Negara sebagai sistem sosial terbesar
memerlukan pranata untuk menciptakan keteraturan. Islam sebagai salah satu pranata
agama di Indonesia tidak perlu dikhawatirkan existensinya. Karena pranata ini
mampu bersinergi dengan pranata-pranata lain dalam menciptakan keteraturan di
wilayah kedaulatan NKRI. Justru sekularisme, rasialisme, primordialisme patut
diwaspadai karena cenderung merongrong persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Mengapa kita perlu mere-posisi pranata agama? Sebab pranata hukum telah berhasil
diselewengkan. Betapa kita melihat hukum jadi “komoditas perdagangan“ dan
penjara merupakan tempat perlindungan paling aman bagi koruptor, pengedar
narkoba, penyelundup dan pembalak. Sepantasnya pranata agama dapat diposisikan
kembali sebagai pelapis bagi pranata hukum dan pembentuk moral warga negara
Indonesia. Terbentuknya moral dan akhlak yang baik maka secara tidak langsung
turut menyokong keberadaan negara Indonesia. Dan nasionalisme tidak dengan
mudah tergadaikan dengan iming-iming materi.:)
Catatan :
0 comments:
Post a Comment