Saturday, 11 April 2020

Sekulerisme, NO! ... Nasionalisme, Yess

Tulisan Marvel J.P Ledo pada Timex , Rabu; 11 Juli 2007, yang berjudul “ Maukah Indonesia dirubah jadi negara yang berlandaskan syariat Islam”. Menarik untuk ditanggapi. Tulisan tersebut secara lugas menyebutkan permasalahan dan kemerosotan yang tengah melanda negara ini. Indonesia yang menjunjung demokrasi memungkinkan warga negaranya untuk berpendapat. Perbedaan pandangan, sikap dan pemikiran merupakan hal yang wajar dalam berdemokrasi. Hal tersebut melatih kita untuk bijak dalam menyikapi perbedaan. Namun yang disesalkan dari tulisan tersebut diatas adalah kesan antipati terhadap agama tertentu dalam konteks demokrasi. Pada kesempatan ini, kami mencoba sama-sama belajar memberikan pencerahan tentang Islam dan nasionalisme. 
Indonesia merdeka berkat usaha bersama seluruh komponen bangsa yang berasal dari berbagai suku, ras dan agama. Kebhinekaan tersebut bukanlah menjadi sebuah penghalang bagi terciptanya kesatuan dan kesatuan bangsa. Perbedaan tidak perlu dihilangkan namun kita perlu menyikapi perbedaan secara arif dan menjadikannya khazanah kebangsaan kita. Sebagai sebuah negara maka Indonesia mempunyai Undang-Undang dasar yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Seperti tercantum pada pembukaan UUD 45 alinea 1 dan pasal 29 ayat 1. Hal itu menunjukkan Indonesia secara tegas  menolak paham sekulerisme. Sebab segala sesuatu jika dijalankan tanpa berdasarkan agama niscaya tujuannya tidak akan tercapai. Dan sekularisme mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan golongannya dengan memanfaatkan berbagai cara.

Sekulerisme versus Nasionalisme.
Saat ini Nasionalisme tengah dirongrong oleh sekulerisme. Sekulerisme menggiring manusia untuk berorientasi pada materi. Iming-iming materi berupa uang, kenikmatan dan jabatan telah  memikat oknum-oknum pejabat, pengusaha bahkan rakyat jelata dinegeri ini. Tak pelak istilah koruptor, penyelundup pasir laut, pembalak liar kian akrab ditelinga. Mereka mengeksploitasi keuangan dan sumberdaya negeri ini dan membawa hasil jarahannya keluar negari. Ulah mereka menyebabkan terjadinya kerusakan alam, kesenjangan sosial dan kemiskinan yang dirasakan sebagian besar rakyat Indonesia. Sehingga tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semakin sulit tercapai. Kesenjangan sosial dan kesejahteraan merupakan akar munculnya separatisme yang bernuansa agama dan kedaerahan. Separatisme merupakan bentuk mosi tidak percaya golongan yang termarjinalkan terhadap pemerintahan yang telah terkontaminasi sekulerisme.

Islam dan Nasionalisme
Nasionalisme umat Islam di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Kiprah mereka terbukti sejak perang kemerdekaan. Sebelum Indonesia mempunyai angkatan perang maka terbentuklah laskar-laskar rakyat termasuk diantaranya Hizbullah. Laskar-laskar ini bersama-sama berjuang mencapai kemerdekaan. Dan Laskar Hizbullah disegani musuh karena selalu berada digaris depan melawan musuh. Sebab anggota laskar ini berkeyakinan bahwa berperang mencapai kemerdekaan merupakan ibadah. Dan mereka rela mati syahid untuk hal itu. 
Tokoh-tokoh Islam turut berperan penentuan dasar negara. Pada fase ini terjadi proses yang alot. Namun tercapai kesepakatan bersama setelah umat Islam berkompromi dengan pihak kebangsaan demi tujuan bersama. Dan pada tanggal 22 Juni 1945 kedua belah pihak setuju atas rancangan undang-undang yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Selanjutnya rancangan ini dicantumkan dalam pembukaan UUD 45.
Umat Islam juga terlibat dalam fase penegakkan kedaulatan Republik Indonesia. Maraknya separatisme, PRRI Semesta, NII, GAM telah mendorong para Ulama untuk menentang gerakan tersebut. Para Ulama menyikapinya dengan mengeluarkan fatwa:  “Tindakan makar terhadap suatu pemerintahan yang sah merupakan tindakan yang tidak dibenarkan agama”. Ijtihad ulama tersebut merujuk pada QS.4 An –Nisa: 59 yang menyeru kepada kaum muslim untuk mentaati pemerintahan yang sah. Selagi pimpinan pemerintahan tersebut taat pada Allah swt dan rasulnya.
Negara sebagai sistem sosial terbesar memerlukan pranata untuk menciptakan keteraturan. Islam sebagai salah satu pranata agama di Indonesia tidak perlu dikhawatirkan existensinya. Karena pranata ini mampu bersinergi dengan pranata-pranata lain dalam menciptakan keteraturan di wilayah kedaulatan NKRI. Justru sekularisme, rasialisme, primordialisme patut diwaspadai karena cenderung merongrong persatuan dan kesatuan bangsa ini. Mengapa kita perlu mere-posisi pranata agama? Sebab pranata hukum telah berhasil diselewengkan. Betapa kita melihat hukum jadi “komoditas perdagangan“ dan penjara merupakan tempat perlindungan paling aman bagi koruptor, pengedar narkoba, penyelundup dan pembalak. Sepantasnya pranata agama dapat diposisikan kembali sebagai pelapis bagi pranata hukum dan pembentuk moral warga negara Indonesia. Terbentuknya moral dan akhlak yang baik maka secara tidak langsung turut menyokong keberadaan negara Indonesia. Dan nasionalisme tidak dengan mudah tergadaikan dengan iming-iming materi.:)

Catatan :

Sekulerisme       : paham atau pandangangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama 
Nasionalisme     : paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri
                                (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2002)
 




0 comments: