Pajak memiliki kontribusi besar dalam pembangunan di Indonesia disebabkan
bahwa pajak merupakan salah satu penopang Anggaran Penerimaan Belanja Negara
(PBN). Kesadaran obyek pajak membayar pajak merupakan wujud komitmen dalam
memenuhi kewajiban sebagai warga negara. Namun dilain sisi, kasus abai terhadap
surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak juga acapkali terjadi. Entah terdapat
unsur kesengajaan maupun tidak, sikap
tersebut berdampak pada munculnya konsekuensi membayar denda dengan nominal
yang relatif kecil.
Ditjen pajak selaku otoritas pemerintah dibidang perpajakan memiliki
kewenanangan dan kewajiban untuk menegakkan aturan perpajakan. Apabila merujuk
pada Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) pasal 18
ayat 1 menyebutkan bahwa ditjen pajak diberikan kewenangan penagihan pajak
diantaranya melalui: Surat tagihan
pajak, Surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar
tambahan, surat keputusan pembetulan, Surat keputusa keberatan, putusan banding
dan putusan peninjauan kembali. Penagihan pajak yang diatur dalam UU nomor 19
tahun 1997 sebagaimana telah diubah pada UU nomor 19 tahun 2000 membawa pesan
bahwa aspek penegakan hukum pada pelanggaran perpajakan sangat penting
dilaksanakan oleh Ditjen Pajak sehingga muncul kewibawaan Ditjen pajak
dihadapan para wajib pajak. Diharapkan wajib pajak akan muncul kesadaran untuk
memenuhi kewajiban perpajakan scara tepat waktu agar terhindar dari denda.
Alhasil tingginya kesadaran dan partisipasi wajib pajak dalam membayar pajak akan
semakin memperbesar potensi penerimaan negara dari pajak dan bermuara pada
lancarnya pembiayaan pembangunan di Indonesia.
Selanjutnya beralih kepada pemikiran tentang apakah
kewenangan penagihan pajak pleh Ditjen pajak telah memenuhi unsur-unsur keadilan
sebagaimana dikemukakan Adam Smith
melalui teori four canons. Teori tersebut terdiri atas 4 unsur, yakni: Certainty, Equality,
Convenience, dan Economic
(Efisiensi). Merujuk Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, setidaknya perundangan tersebut telah memenuhi 3 unsur yakni: kepastian
hukum, persamaan hak dan kewajiban wajib pajak, periode waktu yang sesuai bagi
wajib pajak guna memenuhi kewajibannya. Adapun unsur keempat, yakni efisiensi
belum terakomodir dalam UU tersebut disebabkan bahwa biaya yang dikeluarkan
untuk penagihan pajak tidak sesui dengan relatif kecilnya nominal denda yang
akan diperoleh.
Menurut pendapat penulis,
upaya ditjen pajak dalam melakukan penegakan aturan perpajakan melalui UU Ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan perlu diapresiasi guna menumbuhkan kewibawaan
otoritas perpajakan dan menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban pajaknya. Terlepas dari tidak terpenuhi unsur efisiensi dalam
penagihan pajak, setidaknya keberadaan aturan tersebut tidak menimbulkan
kekosongan hukum dalam penegakan aturan pajak.
0 comments:
Post a Comment