Sunday, 2 January 2022

Syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan peraturan perpajakan yang adil menurut "The Four Cannons of Adam Smith"

 


Pajak memiliki kontribusi besar dalam pembangunan di Indonesia disebabkan bahwa pajak merupakan salah satu penopang Anggaran Penerimaan Belanja Negara (PBN). Kesadaran obyek pajak membayar pajak merupakan wujud komitmen dalam memenuhi kewajiban sebagai warga negara. Namun dilain sisi, kasus abai terhadap surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak juga acapkali terjadi. Entah terdapat unsur  kesengajaan maupun tidak, sikap tersebut berdampak pada munculnya konsekuensi membayar denda dengan nominal yang relatif kecil.

Ditjen pajak selaku otoritas pemerintah dibidang perpajakan memiliki kewenanangan dan kewajiban untuk menegakkan aturan perpajakan. Apabila merujuk pada Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa ditjen pajak diberikan kewenangan penagihan pajak diantaranya melalui:  Surat tagihan pajak, Surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan, Surat keputusa keberatan, putusan banding dan putusan peninjauan kembali. Penagihan pajak yang diatur dalam UU nomor 19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah pada UU nomor 19 tahun 2000 membawa pesan bahwa aspek penegakan hukum pada pelanggaran perpajakan sangat penting dilaksanakan oleh Ditjen Pajak sehingga muncul kewibawaan Ditjen pajak dihadapan para wajib pajak. Diharapkan wajib pajak akan muncul kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakan scara tepat waktu agar terhindar dari denda. Alhasil tingginya kesadaran dan partisipasi wajib pajak dalam membayar pajak akan semakin memperbesar potensi penerimaan negara dari pajak dan bermuara pada lancarnya pembiayaan pembangunan di Indonesia.

Selanjutnya beralih kepada pemikiran tentang apakah kewenangan penagihan pajak pleh Ditjen pajak telah memenuhi unsur-unsur keadilan sebagaimana  dikemukakan Adam Smith melalui teori four canons. Teori tersebut terdiri atas 4 unsur, yakni: Certainty, Equality, Convenience, dan Economic (Efisiensi). Merujuk Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, setidaknya perundangan tersebut telah memenuhi 3 unsur yakni: kepastian hukum, persamaan hak dan kewajiban wajib pajak, periode waktu yang sesuai bagi wajib pajak guna memenuhi kewajibannya. Adapun unsur keempat, yakni efisiensi belum terakomodir dalam UU tersebut disebabkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk penagihan pajak tidak sesui dengan relatif kecilnya nominal denda yang akan diperoleh.

Menurut pendapat penulis, upaya ditjen pajak dalam melakukan penegakan aturan perpajakan melalui UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan perlu diapresiasi guna menumbuhkan kewibawaan otoritas perpajakan dan menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Terlepas dari tidak terpenuhi unsur efisiensi dalam penagihan pajak, setidaknya keberadaan aturan tersebut tidak menimbulkan kekosongan hukum dalam penegakan aturan pajak.

0 comments: